Lebih rinci, Google dianggap bersalah karena melanggar aturan GDPR yang menyebut bahwa perusahaan harus lebih transparan mengenai apa yang mereka lakukan dengan data milik pengguna. Selain itu, GDPR juga mengharuskan perusahaan untuk membuat informasi tersebut lebih mudah untuk diakses oleh pengguna.
Pada prosesnya, Google membela diri dan memilih untuk mengajukan banding terhadap denda tersebut. Ada beberapa alasan yang dikemukakan Google dalam langkahnya tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami telah bekerja keras untuk menciptakan proses persetujuan sesuai GDPR untuk iklan yang dipersonalisasi dengan setransparan dan sejelas mungkin, berdasarkan panduan regulasi dan uji coba experience pengguna," ucap juru bicara Google dalam keterangan resminya seperti dikutip detikINET dari CNET.
"Kami juga khawatir dengan dampak dari peraturan ini kepada penerbit, kreator konten original dan perusahaan teknologi di Eropa dan sekitarnya. Atas dasar semua alasan ini, kami memutuskan untuk banding," sambungnya.
Ini merupakan denda pertama yang dijatuhkan kepada perusahaan asal AS sejak GDPR diterapkan oleh Uni Eropa pada bulan Mei 2018. Walaupun nominal denda ini terlihat cukup besar, tapi tidak sebesar dua denda lain yang juga sedang dalam proses banding oleh Google.
Dalam dua tahun terakhir, Google dijauhi denda sebesar USD 5 miliar (Rp 70,6 triliun) dan USD 2,7 miliar (Rp 38 triliun) oleh Uni Eropa karena dianggap melanggar undang-undang anti monopoli.
(vim/krs)