Kominfo Incar Pengunggah Video Pengeroyokan Haringga
Hide Ads

Kominfo Incar Pengunggah Video Pengeroyokan Haringga

Agus Tri Haryanto - detikInet
Rabu, 26 Sep 2018 19:52 WIB
Foto: internet
Jakarta - Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan, mengungkapkan pihaknya terus memberangus peredaran video pengeroyokan Haringga Sirla.

"Semua di platform (internet) kita bersihkan. (Ada yang reupload), kita langsung bersihkan, itu pasti ketemu," tuturnya di Jakarta, Rabu (26/9/2018).

Bahkan, dikatakan Semuel, Kominfo akan mencari pengunggah video pengeroyokan Haringga yang merupakan suporter Persija oleh oknum Persib. Untuk mencarinya, itu dilihat dari nama akun pengunggah tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



"Kemarin polisi bilang kalau di-upload lagi akan dikenai sanksi. Itu yang upload akan kita cari, bukan hanya takedown tapi profiling siapa yang upload. Itu kan bisa kalau misalkan di Instagram itu ada nama akunnya," tuturnya.

Bila platform internet terbuka, seperti Instagram sampai Twitter, itu bisa dilakukan penurunan konten video. Namun, bila penyebaran itu dilakukan melalui aplikasi pesan instan yang bersifat pribadi, maka pemerintah tidak bisa masuk ke dalamnya.

"Semua di Instagram, Facebook, Twitter, YouTube juga beredar dihapus, kalau di WhatsApp itu susah," sebutnya.

Mesin Sensor Rp 211 Miliar

Semuel membantah kalau mesin pengais konten negatif di internet atau yang diberi nama AIS seharga Rp 211 miliar, tidak berfungsi dengan cepat, khususnya peredaran video pengeroyokan.

"Ini kalau nggak pakai AIS, nggak ketemu 130 URL lebih. Itu pakai AIS," sebutnya.

Data URL yang berkaitan dengan video pengeroyokan itu berdasarkan yang dicatat oleh Kominfo pada hari Senin, (24/9). Sampai saat ini, Rabu (26/9) jumlah URL sudah mencapai 450 sudah di-takedown.

Agar berjalan efektif memberangus video pengeroyokan, Dirjen Aptika meminta bantuan masyarakat dalam mengawasi konten di dunia maya.



"Mana kita tahu kalau belum di-upload, makanya laporin. Kita nggak bisa melihat sebelum itu terjadi, misalnya kita tahan sebelum upload, ya kita nggak bisa. Upload dulu, baru di-takedown. Kalau menahan sebelum upload, itu bukan internet namanya," pungkas dia. (rns/rns)