Pernyataan tersebut terucap mulut Durov ketika mendapatkan pertanyaan mengenai kemungkinan Telegram membuka enkripsi terkait konten terorisme. Seperti diketahui, salah satu alasan pemblokiran Pemerintah Indonesia ini kepada Telegram karena layanannya sering dimanfaatkan untuk jalur komunikasi para pelaku teroris.
"Untuk kami itu adalah sesuatu yang tidak terpikirkan. Basis Telegram yaitu 100% privasi komunikasi. Itu kenapa perusahaan kami ada dan jika kita menerima permintaan tersebut, maka saya tidak akan berada di sini sekarang," tegas Durov di Kementerian Kominfo, Selasa (1/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anda tahu bahwa Indonesia adalah negara yang saya suka, kita punya 20 ribu pengguna yang mendaftar setiap harinya, sementara secara global kita memiliki 600 ribu pengguna yang mendaftar setiap harinya. Jadi, Indonesia itu penting tapi kita juga punya dukungan privasi secara global," kata pria 32 tahun ini.
"Kami tidak akan membuat pengecualian khusus untuk sejumlah negara bahkan untuk negara yang indah seperti Indonesia. Tapi saya mengerti, privasi komunikasi dinyatakan dalam konstitusi di Indonesia. Saya tidak ada masalah menjalankan operasi Telegram di sini dengan privasi yang ketat," tuturnya.
Solusi yang ditawarkan adalah Telegram berjanji akan sigap mematikan saluran yang berisikan propaganda terorisme atau kejahatan anak. "Kami berharap bisa melakukannya dengan cepat dan tepat sasaran," imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengungkapkan topik pembahasan mereka dengan Telegram.
"Ini yang kita bicarakan adalah propaganda yang di channel-channel. Memang itu yang banyak orang melakukan propaganda di channel publik mereka, tapi kalau pembicaraan privat itu tidak bisa sesuai dengan Undang-Undang Telekomunikasi, negara harus melindungi privasi, apapun isinya," kata Semuel. (fyk/fyk)











































