Hal tersebut diungkapkan anggota panel sensor konten negatif yang membidangi pornografi, M. Yamin. Diungkapkan olehnya, konten porno sudah menyebar lewat media sosial yang bersifat privasi, seperti pesan instan.
Kondisi ini makin mempersulit pemerintah dalam membendung penyebaran konten pornografi. Pasalnya, instrumen yang dimiliki pemerintah terbatas. Untuk itu, perlu ada partisipasi dari penyedia konten.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu diutarakan olehnya saat berbicara dalam rapat gabungan dengan dua panel bersama penyedia layanan Over The Top (OTT) seperti Twitter, Line, dan BlackBerry, di Gedung Kominfo, Jakarta, Rabu (17/2/2016).
Yamin pun berharap dengan adanya pertemuan dengan perusahaan layanan OTT dapat meningkatkan respon mereka bila mendapat laporan dari panel sensor konten negatif. Pasalnya sejauh ini tanggapan pihak OTT dinilai lambat.
"Saya pernah melaporkan soal konten pornografi pada salah satu OTT besar. Dua bulan baru mereka tindak lanjuti," keluh Yamin.
Pria yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif DNS Nawala Nusantara ini menegaskan pihak OTT jangan lagi memberikan janji manis saja. Sebab pemblokiran konten pornografi sudah menjadi keharusan karena telah menjadi aturan yang berlaku di Indonesia.
"OTT ini sebenaranya sudah tahu setiap konten yang masuk di dalamnya, jadi mereka harusnya bertindak preventif. Lakukan pencegahan sebelum adanya laporan," tegas Yamin.
Lebih lanjut dikatakan Yamin lambatnya respon OTT ini tidak terlepas dari entitas mereka di Indonesia. Para OTT itu sudah menyadari marketnya besar di negeri ini. Tapi mereka lebih memilih berkantor di luar Indonesia. Â
"Mereka tahu market mereka besar di sini, tapi malah membuka kantor di Singapura. Meski ada, itupun sumber daya dari Indonesianya terbatas. Jadilah kurang memahami kultur dan aturan di sini," sesal Yamin. (afr/rou)











































