Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Ketika Netralitas Internet Dibekap Kebijakan Tangan Besi

Ketika Netralitas Internet Dibekap Kebijakan Tangan Besi


- detikInet

Ilustrasi (Ist.)
Jakarta -

RPM tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif yang digarap Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dinilai sebagai tantangan atas net-neutrality (netralitas internet) di Indonesia.

Menurut ICT Watch, netralitas internet adalah prinsip yang menghendaki ISP dan pemerintah untuk memberlakukan data/informasi di internet setara dan tidak ada diskriminasi.

Dalam tataran perdebatan mengenai netralitas internet, diyakini bahwa regulasi pemerintah yang berlebihan akan dapat mengekang kreativitas, sebab selama ini internet dapat berkembang karena pemerintah tak banyak campur tangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam buku 'An Introduction to Internet Governance' juga dijelaskan bahwa ISP harus memberikan informasi yang lengkap, mudah dipahami dan akurat atas jaringan/akses internet yang dikelolanya kepada konsumen penggunanya. Sehingga konsumen bisa mendapatkan pilihan yang wajar atas kebutuhannya dan pasar (layanan internet) akan tumbuh dengan sehat.

Donny B.U., Direktur Eksekutif ICT Watch menjelaskan, pada RPM tersebut, pasal 7 dan pasal 8 memungkinkan ISP untuk menggunakan beragam jenis layanan pemblokiran ataupun database blacklist yang ada di pasaran, melengkapi database Trust Positif adalah sebagai mandatory (wajib dipakai).

Ini pada ujungnya akan berakibat masing-masing ISP akan memiliki beragam jenis database pemblokirannya masing-masing. Suatu situs bisa jadi akan terblokir oleh sebuah ISP tertentu, tetapi tidak oleh ISP yang lain.

"Karut-marut tata kelola pemblokiran ini dapat menimbulkan keresahan dan tentu saja kerugian bagi masyarakat pengguna internet, khususnya konsumen ISP yang bersangkutan," kata Donny.

"Belum lagi dalam sejumlah kasus, penanganan atas kesalahan blokir sebuah situs, tidak langsung dapat ditemukan solusi dan penanganannya. Menjadi fatal apabila kesalahan blokir yang dilakukan oleh ISP5, yang kemudian lantas berujung pada saling lempar tanggung-jawab antara ISP dengan pemerintah," lanjutnya.

RPM tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif juga disindir dari sisi transparansi. Jika kemudian ISP memberikan layanan akses internetnya secara tidak transparan dan akuntabel kepada konsumen, maka ISP dapat dihadapkan pada UU Perlindungan Konsumen.

Pada pasal 7 di UU Perlindungan Konsumen tersebut, beberapa hal yang menjadi kewajiban ISP sebagai pelaku usaha antara lain:

a. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
b. Menjamin barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
c. Memberikan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian:
i. atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
ii. apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

"Selama ini pada prakteknya, ISP tidak memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jasa internet yang digunakan konsumen. Khusus dari sisi konten, ISP tidak secara jelas jujur dan terbuka menyampaikan kepada publik tentang adanya pemblokiran atas situs tertentu di internet," ungkap Donny.

Bahkan dalam beberapa kasus yang tercatat oleh ICT Watch, ISP seakan mengabaikan protes atau pengaduan dari masyarakat, jika ada situs yang seharusnya tidak layak untuk diblokir, malah diblokir oleh ISP dengan dalih atas permintaan pemerintah.

Konsumen pun akhirnya juga tidak bisa mendapatkan jaminan atas jasa yang diberikan oleh ISP, karena dengan RPM yang justru membuat tidak adanya net-neutrality ini, maka akan sulit menetapkan 'standar mutu'.

"Menurut ICT Watch, 'standar mutu' dalam konteks aksesibilitas informasi, jika RPM ini diberlakukan, akan menjadi sangat tergantung pada masing-masing ISP berdasarkan pilihan database yang digunakannya," Donny menandaskan.

(ash/fyk)







Hide Ads