Jawaban:
Garansi distributor ini bisa dikelompokkan 2 macam, distributor resmi dan distributor non resmi. Di Indonesia sendiri kebanyakan distributor bukan hanya bertugas mendistribusikan barang, tetapi juga mengimpornya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kerjasama ini mereka berdua saling berkontribusi menetapkan jumlah smartphone yang akan dijual, mengurus izin, menetapkan cara penjualan dan harga, rencana marketing, dan lain-lain, termasuk menyiapkan service center atau layanan purna jual yang sesuai standar pabrikan, diantaranya penggunaan komponen service yang asli.
Garansi distributor resmi ini tidak berarti hanya bisa dimiliki satu distributor, karena bisa saja brand X ini bekerjasama dengan distributor lain untuk lebih meluaskan pemasarannya. Jadi bisa saja untuk brand X memiliki 2 atau 3 distributor resmi. Distributor non resmi tidak memiliki ikatan dengan vendor pabrikan.
Misalkan distributor B turut mendistribusikan dan menjual smartphone brand X, tetapi tanpa ikatan kerjasama dan seizin pemilik brand tersebut. Distributor B ini mungkin saja memiliki juga jaringan service center, tetapi tentu saja tidak resmi, dan belum bisa dipastikan komponen yang digunakan adalah asli.
Kebanyakan distributor non resmi ini membeli barang yang sebenarnya tidak ditujukan untuk di distribusikan untuk pasar Indonesia, misalnya mereka mengimpor langsung dari negara lain, yang sekarang ini di Indonesia kebanyakan berasal dari negeri Tiongkok. Pembeli smartphone garansi distributor non resmi ini biasanya tidak bisa mengklaim garansi ke service center resmi.
Apakah distributor non resmi ini sama dengan Black Market atau BM? Belum tentu. Selama mereka memang memiliki izin usaha resmi, mengimpor barang dan membayar pajak yang sesuai aturan pemerintah, dan smartphone yang mereka jual memiliki sertifikat postel resmi dan memiliki jaringan purna jual, lebih tepat mereka disebut sebagai distributor non resmi.
Smartphone Black Market atau BM sendiri sebenarnya lebih cocok disematkan kepada smartphone yang dijual ke masyarakat lewat distribusi yang tidak jelas dan berkonotasi underground. Tidak jelas disini berarti mereka tidak memiliki izin resmi pemerintah, baik distribusi, impor, dan sertifikat postel. Kebanyakan smartphone BM juga tidak membayar pajak yang sesuai, dan tidak ada jaminan purna jual.
Saat ini pemerintah sudah mulai melakukan peraturan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) sebagai syarat untuk mendapatkan sertifikasi postel bagi smartphone berbasis teknologi 4G LTE.
Jika smartphone garansi distributor yang mau anda beli sudah berbasis teknologi 4G LTE, sulit rasanya bisa didapat izin postelnya oleh distributor non resmi, karena ini menyangkut investasi hardware atau software dari pemilik brand di Indonesia.
Untuk memperjelas apakah smartphone yang ingin kita beli memiliki izin postel yang resmi sesuai dengan tipe smartphone tersebut, bisa di cek dengan memasukkaan nomor izin postelnya di situs ini.
Karena sulitnya memenuhi syarat TKDN, beberapa tipe smartphone yang sebenarnya berbasis teknologi 4G LTE dari distributor resmi sekalipun, akhirnya masuk dan dipasarkan ke Indonesia dengan penurunan spesifikasi network menjadi 3G.
Dengan adanya aturan baru TKDN ini, smartphone bergaransi distributor non resmi akhirnya kemungkinan besar bisa digolongkan sebagai barang BM juga, karena tidak memenuhi syarat izin postel, sebagai salah satu syarat utama untuk smartphone bisa dipasarkan resmi di Indonesia. (jsn/ash)