Riset terbaru Omnicom Media Group Asia Pasifik (OMG APAC) yang berjudul 'Unlocking Gamers in Asia Pacific' mengungkapkan ponsel merupakan perangkat gaming yang paling disukai oleh 1.021 orang Indonesia yang disurvei (96%). Sementara itu, sebanyak 61% di antaranya yang bermain game setiap hari.
Diketahui, pengguna ponsel di Indonesia melampaui negara-negara Asia Pasifik yang terkenal dengan game seperti Malaysia (93%), China (93%), Thailand (92%), dan Korea Selatan (74%). Hal ini dapat dikaitkan dengan harga smartphone yang jauh lebih murah dan lebih mudah diakses di Indonesia daripada peralatan gaming lainnya. Oleh karena itu, mobile gaming memiliki peluang yang lebih tinggi untuk memberikan keuntungan bagi merek dan harus dimanfaatkan untuk aktivasi saluran utama.
Meskipun demikian, PC dan konsol masih memiliki target audiens di Indonesia karena popularitas perangkat portabel seperti Switch. Perangkat-perangkat ini juga dianggap menawarkan pengalaman yang lebih imersif, kualitas game yang lebih baik dan lebih mendalam, dan tingkat permainan yang lebih kompetitif daripada ponsel, menciptakan lingkungan yang lebih intens dan memakan waktu. Merek disarankan untuk mendorong interaksi sosial/multiplayer dalam integrasi game PC dan konsol mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut PwC, pendapatan iklan untuk game diproyeksikan meningkat dua kali lipat antara tahun 2022 dan 2027 dan mencapai US$100 miliar secara global pada tahun 2025. Industri ini tidak kehilangan tenaga dalam Asia Tenggara karena sekarang masih bernilai $6,9 miliar dan didukung oleh 270 juta pemain.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai gamer Indonesia dan mencakup empat area seperti perilaku bermain game, preferensi game, keterlibatan online, serta sikap terhadap iklan dan merek.
![]() |
CEO OMG Indonesia Rajat Basra mengatakan mobile gaming menghadirkan peluang besar bagi para brand untuk terjun ke dalamnya. Namun mereka tetap harus strategis dalam berkolaborasi dan memastikan aktivasi di dalam game dapat menyatu dengan lingkungan game.
"Dengan semakin banyaknya orang yang bermain game di mana saja, semua orang dianggap sebagai gamer saat ini dan brand harus pintar dalam menyasar mereka pada momen dan pengalaman yang berbeda," ungkap Rajat dalam keterangan tertulis, Selasa (5/3/2024).
Bagi merek yang ingin menyasar para gamer Indonesia, berikut ini adalah beberapa kebutuhan dan perilaku konsumen yang perlu diperhatikan.
1. Teliti Minat Gamer terhadap Industri: Berikan Insentif kepada Gamer atas Waktu Mereka
Industri game menghadirkan banyak peluang bagi merek-merek, tetapi perusahaan harus tetap bersikap strategis dalam berinvestasi. Minat orang Indonesia terutama mencakup film/bioskop (53%), olahraga (50%), perjalanan (44%), teknologi (44%), dan belanja (41%). Oleh karena itu, mungkin akan sangat membantu bagi para pemasar untuk mengenali apakah ada ketertarikan terhadap industri mereka di antara para gamer Indonesia.
Selain itu, para gamer senang ditargetkan dengan kolaborasi dalam game di ponsel, tetapi moderasi sangat penting. Merek perlu menyesuaikan eksekusi mereka untuk memenuhi kebutuhan gamer, termasuk memberikan hadiah kepada mereka yang telah menonton iklan, melakukan kolaborasi satu kali, dan menawarkan hadiah untuk tujuan dengan waktu terbatas.
Frekuensi harus menjadi bagian penting dalam perencanaan media untuk mencegah para gamer terpapar iklan atau pengalaman musiman secara berlebihan. Demikian juga, gamer PC dan konsol menginginkan pengalaman bernilai tambah termasuk aktivasi satu kali, hadiah untuk mencapai tujuan waktu terbatas, memiliki iklan musiman dalam game, dan melihat merek favorit mereka terlibat dalam game.
Pendekatan lain untuk menyasar gamer mobile, PC, dan konsol adalah dengan memanfaatkan influencer dan pembuat konten. Lebih dari sepertiga gamer Indonesia berinteraksi dengan influencer dua hingga tiga kali seminggu, sementara sepertiga lainnya yang berusia 18 hingga 34 tahun berinteraksi dengan mereka setiap hari.
Secara umum, mereka umumnya berinteraksi dengan postingan dan video atau menonton streaming langsung. Meskipun demikian, beberapa juga berinteraksi dengan individu yang berpikiran sama di komunitas game online seperti Discord.
2. Menargetkan Gamer dengan Jadwal Bermain Game yang Telah Direncanakan
Sesi bermain game dipandang oleh para gamer Indonesia sebagai sarana untuk melepas penat dan menghabiskan waktu. Baik itu di perangkat seluler, PC, atau konsol, para gamer umumnya bermain game setelah pulang kerja/sekolah atau selama liburan. Faktanya, lebih dari dua pertiga responden merencanakan waktu untuk bermain game, dengan sesi yang berlangsung selama 1-2 jam di hari kerja dan 3-4 jam di akhir pekan. Namun, mereka yang berusia 45-54 tahun, terbagi dalam waktu yang dijadwalkan untuk bermain game.
Meskipun bermain game dipandang sebagai pengalaman yang positif oleh para gamer Indonesia, mereka berhenti bermain game karena kesibukan (51%), iklan pop-up yang mengganggu (43%), dan game yang tidak berjalan dengan baik di perangkat (32%). Merek perlu memastikan bahwa moderasi dipraktikkan dan game yang mereka kolaborasikan sesuai dengan teknologi yang tersedia di pasar.
3. Genre Multi-Permainan Mungkin Merupakan Pilihan Terbaik
Genre game seluler yang paling populer adalah multiplayer online battle arena (MOBA), diikuti oleh pencocokan ubin, penembak orang pertama, permainan papan/kartu, dan olahraga. Selain MOBA, genre lainnya adalah game yang cepat dan mudah dimainkan yang memungkinkan gamer untuk terhubung dengan orang lain saat bepergian.
MOBA adalah yang paling populer di kalangan mereka yang berusia 18 hingga 44 tahun, sementara pencocokan ubin dan permainan papan/kartu lebih populer di kalangan mereka yang berusia 35 hingga 54 tahun. Merek disarankan untuk memilih genre yang relevan dengan target audiens mereka. Meskipun demikian, strategi multi-game mungkin yang terbaik jika perusahaan ingin menargetkan beberapa generasi.
4. Tidak Semua Orang Indonesia Menganggap Diri Mereka sebagai 'Gamer'
Sedikit lebih dari separuh (54%) gamer Indonesia menganggap diri mereka sebagai gamer, memiliki sentimen yang sama dengan gamer di Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Sementara itu, sisanya yang tidak menganggap diri mereka sebagai gamer mengutip alasan seperti hanya bermain di ponsel mereka (49%), seperti halnya gamer di Malaysia, Filipina, dan Thailand. Mereka juga merasa tidak cukup bermain (39%) dan bahwa bermain game bukanlah satu-satunya hobi mereka (38%).
Ciri-ciri perilaku spesifik ini mengindikasikan bahwa responden berpotensi merasa bahwa label tersebut membutuhkan sejumlah bobot dan dedikasi untuk dapat mengidentifikasi diri mereka sendiri. Penting bagi merek untuk memiliki strategi yang disesuaikan untuk berbagai segmen audiens. Merek dapat mengkategorikan mereka ke dalam 'gamer' atau hanya menyebut mereka 'pemain' untuk menghilangkan beban sebagai gamer.
Sebagai informasi, penelitian ini mensurvei 1.021 responden di Indonesia dengan 50% pria dan 50% wanita. Sebanyak 63% berbasis di kota-kota besar, 16% dari kota-kota kecil, dan 12% dari kota-kota kecil. Penelitian tersebut mencakup sebagian besar responden berusia 35 hingga 44 tahun (39%) dan 25 hingga 34 tahun (32%).
Secara keseluruhan, 12.204 responden di Asia Pasifik disurvei di 13 pasar. Negara-negara tersebut adalah Australia, India, Tiongkok, Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Thailand, Selandia Baru, Taiwan, Hong Kong, dan Vietnam. Terdapat kesenjangan gender yang seimbang antara pria dan wanita, dan lebih dari dua pertiga responden berusia 25 hingga 44 tahun. Sisanya, 20% berusia 18 hingga 24 tahun dan 13% berusia 45 hingga 54 tahun.