"Pernah main game Line Lets Get Rich? Nah, cikal bakal game itu adalah board game. Masih ragu dengan potensi board game?".
Itulah jawaban Eko Nugroho, penggiat board game dari developer game asal Bandung, Kummara, saat ditanyakan detikINET mengenai masa depan board game di tengah booming game digital.
Ya, pamor board game saat ini belum setenar game digital yang biasa dimainkan di smartphone dan tablet PC. Namun Eko meyakini bahwa board game dan game digital bakal berjalan beriringan, tanpa ada kekhawatiran satu sama lain bakal saling mematikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Game lokal lainnya yang juga tengah menapaki kesuksesan serupa adalah Kucing Sumput. Awalnya, game ini hadir dalam bentuk board game, namun dibuat versi digitalnya dan sekarang sudah tembus 50 ribu download.
"Ada banyak hal yang bisa saling melengkapi sebenarnya. Proses potensi dari digital apapun harusnya bisa meningkatkan quality of life, kita bisa melakukan sesuatu lebih baik lagi," kata Eko.
Namun, lanjutnya, ada satu dampak digital lifestyle yang saat ini bisa dilihat telah keluar jalur. Yaitu justru menjauhkan yang dekat. Dimana mereka lebih asyik dengan smarpthone dan game/apps di dalamnya ketimbang berinteraksi dengan orang-orang/lingkungan sekitar.
"Padahal esensinya tak harus seperti itu. Nah, hubungannya dengan game adalah game punya potensi sebagai alat sosialisasi. Digital pun sebaiknya diarahkan ke sana, dan bagaimana kita bisa menangkap itu".
"Sejatinya ada banyak esensi dari board game yang bisa diadopsi untuk meningkatkan kualitas game digital itu sendiri. Dan sebaliknya, perkembangan industri digital game bisa juga membantu meningkatkan board game untuk bisa menampilkan konten dan potensinya yang lebih luas," jelas Eko.
Beberapa waktu lalu, Eko bercerita, baru bicara dengan teman-temannya yang aktif di dunia pendidikan anti korupsi. Adapun yang mereka lakukan adalah membuat animasi untuk mengirimkan pesan anti korupsi dan animasinya itu diputar di berbagai sekolah di pelosok.
Selain nonton bareng dan animasi, para aktivis ini juga memakai buku untuk mengedukasi anak sekolah, dikirimkan ke TK sampai SMA di pelosok. Mereka turut membuat acara rutin nonton bareng.
"Sampai akhirnya mereka berpikir, ternyata susah ya bikin anak-anak stay dalam jangka waktu lama dan fokus nonton animasi, baca buku dan meresapi konten tentang anti korupsi, walaupun cuma setengah jam," kata Eko.
"Lalu mereka tanya ke saya, dan saya jawab ya bikin game saja. Tapi ada yang bertanya, kalau ke pelosok bagaimana? Wong sendok saja mereka masih bingung bagaimana cara memakainya, apalagi bawa sesuatu yang bisa menyala seperti tablet PC, nanti bisa geger budaya mereka," lanjutnya.
Isu ini kemudian menjadi concern mereka. Tentu para aktivis ini tak mau niatnya untuk mengajarkan hidup sederhana malah berdampak jadi geger budaya.
Akhirnya untuk daerah pelosok diputuskan untuk memakai board game. Sedangkan anak kota yang lebih mudah menerima hal canggih, menggunakan game dan animasi.
"Maksud saya adalah, ketika kita melihat perkembangan digital terkadang kita memarginalkan yang lain. Kalau kita ngomongin game, kesannya yang butuh game itu cuma orang Jawa yang punya internet. Kalau kita ngomongin potensi game kesannya cuma mereka yang punya potensi dengan gadget. Kenapa mesti kaya gitu? Kenapa gak melihat esensinya yang lebih dalam, ini bukan teknologinya tapi esensi dari aktivitas itu atau apapun yang mau kita hasilkan dari teknologi itu," Eko menjelaskan.
"Dan game pada dasarnya bukan masalah platformnya apa, bisa running di mana, tapi bisa menciptakan pengalaman," tegasnya.
Kemudian balik lagi kenapa Line Let Get Rich jadi sesuatu yang meghebohkan, padahal kalau dibandingkan, masih ada game lain yang tampilannya lebih keren.
Experience, inilah yang membuat Line Lets Get Rich jadi fenomenal. "Game is about delivering experience dan kalau itu berjalan, doesn't matter kan? Meski padahal kita bisa lebih dari itu, tetapi kita bisa delivering experience, dan memberi value," Eko menandaskan.
Secara industri, berbeda dengan asumsi masyarakat umum bahwa industri board game akan tergerus oleh digital game, kenyataannya keberadaan industri digital game malah sangat berpengaruh positif pada bangkitnya industri board game itu sendiri.
Bahkan di salah satu situs crowdfunding terbesar di dunia, kickstarter.com, board game telah mendapatkan apresiasi yang sama dengan game digital bahkan dengan nilai persentase sukses yang lebih besar. Termasuk di negara maju, buktinya board game begitu meraksasa di Jerman, yang kerap dianggap sebagai salah satu negara berteknologi tinggi.
(ash/fyk)