Jakarta - Banyak cara untuk melatih mata melihat hal-hal yang fotojenik dan terkadang tersembunyi. Atau yang sebenarnya dilintasi sehari-hari namun tidak sadar bahwa di tempat itu ada yang unik. Bisa juga sebaliknya, karena berada di tempat yang semuanya terlihat menarik sampai-sampai bingung harus memotret dari mana terlebih dahulu.
Untuk keluar dari problem itu, ada trik klasik yang dapat dilakukan berupa kertas framing. Yakni kertas bantu yang dibuat berlobang mirip viewfinder kamera. Lobang tersebut akan menuntun mata untuk menemukan apa-apa yang menarik dan tidak. Sekaligus membuat sesuatu yang kompleks dan terlihat membingungkan menjadi lebih sederhana dan mudah dicerna.
Trik ini bisa dimulai dengan menyiapkan kertas karton hitam. Potonglah kira-kira ukuran 5R kertas foto (17cmx12cm). Kemudian lobangi di bagian tengah pada 3 ukuran yang berbeda: 1:1, 3:2 dan 16:9. Perbandingan panjang x lebar tersebut mewakili 3 aspek rasio foto yang populer: square, standar dan sinema. Buat sedemikian rupa sehingga menyerupai framing pigura atau viewfender kamera.
Bawalah kertas pada subjek atau tempat yang akan dipotret. Lakukan observasi sambil melihat dari balik kertas framing tadi. Perhatikan tiap subjek, detil atau overview yang terlihat di dalam framing. Biarkan kotak di dalam kertas membimbing mata menyortir dan menemukan hal-hal menarik di tempat tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejalan dengan proses tersebut abaikan elemen lain di luar kertas/frame. Lihatlah dengan fokus apa yang ada di dalam kotak itu. Lakukan di beberapa tempat, sisir dari yang besar hingga subjek yang detil. Lakukan beberapakali sampai setidaknya menemukan subjek yang menarik. Jika beruntung Anda dapat menemukan 3,4,5 atau lebih cerita yang berbeda.
Perhatikan perbedaan aspek rasio yang tidak sama dari kertas bantuan tersebut. Kemudian tentukan sesuai kebutuhan dan kesukaan masing-masing. Senyampang dengan itu, perhatikan kemampuan daya jangkau lensa . Apakah wide, normal atau tele. Apakah perlu mendekat ataukah cukup zooming.
Lakukan beberapa kali hingga kertas framing itu tidak diperlukan lagi. Tepatnya jika mata mulai terbiasa membuat skala prioritas apa yang menarik dan apa yang tidak menarik. Apa yang menjadi point of interest dan mana yang cukup menjadi pelengkap saja. Bagian manakah yang harus menjadi foreground dan mana yang berperan sebagai background. Manakah elemen foto apa yang menonjol dan pantas diekpose dan elemen mana yang perlu diredam atau dihilangkan.
Dengan kertas framing, fotografer diajak menjadi eksekutor yang tegas karena berani 'menghilangkan' fakta dan data yang tidak diperlukan dari kamera. Dan yang terpenting cukup membantu mendapatkan foto yang efektif tanpa harus kehilangan kompleksitas cerita dan estetika.
(Ari/asj)