Nikkor 35mm 1,8G FX: Setajam Silet!
Hide Ads

Review Produk

Nikkor 35mm 1,8G FX: Setajam Silet!

Ari Saputra - detikInet
Jumat, 09 Jan 2015 10:01 WIB
Lensa Nikkor 35mm berpadu dengan Nikon Df (ari/detikINET)
Jakarta -

Tidak banyak yang berani mengambil keputusan memilih lensa fix seperti lens prime 35mm. Akan tetapi pandangan itu dapat berubah bila sudah menggunakan Nikkor 35mm 1,8 G FX.

Lebih ringan dan ringkas, fokus memotret juga lebih terarah, tidak dikacaukan oleh narasi yang jauh di depan mata seperti pada lensa zoom.

Dan yang terpenting, karakter lebar 35mm tidak terlampau distorsi. Sebaliknya, masih bisa untuk close up, medium dan overview dengan alamiah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut review lensa yang baru masuk ke pasar Indonesia belum lama ini usai dicoba pada kamera bergaya retro Nikon Df.

1. Jangkauan Lebar (Angle of View)

Lensa 35mm pada kamera full frame menjangkau luas 63 derajat. Sudut ini jauh lebih sempit dibandingkan lensa zoom populer 18-55mm yang mampu merangkum sudut hingga 100 derajat pada focal length 18mm.

Sebagai gambaran, lensa 35mm hanya mampu memotret separuh dashboard mobil bila fotografer duduk di belakang kemudi. Berbeda dengan 18mm yang mampu menjepret dashboard mobil dari ujung ke ujung bila menggunakan kamera full frame pada posisi yang sama.

Kendati terlihat terbatas, jangkauan 35mm membuat cerita visual lebih solid, ringkas dan dalam. Fotografer tidak perlu dipusingkan dengan berbagai elemen yang ada di depan mata, memilah dan menyeleksi apa apa yang patut dijepret secara ketat.

Tinggal menenteng ke jalanan maka aktivitas dan dinamika masyarakat sudah separuhnya ada di genggaman. Sedikit menunggu momen dan mencari komposisi yang menarik, foto pada perspektif 35mm sudah bisa dihasilkan. Dari detail, portrait, medium shoot, hingga landscape yang menarik.

Kemampuan ini mendorong para fotografer merekomendasikan 35mm untuk streetphotography dan foto portrait dengan subjek berkelompok 3 hingga 5 orang. Pun demikian, beberapa genre foto tetap bisa dihasilkan dengan maksimal meski angle of view-nya terbatas.

Saat mencoba di The Jungleland, Bogor, kemampuannya masih bisa merekam suasana hiruk-pikuk liburan tahun baru. Juga landscape Jungleland ketika naik wahana kincir raksasa, pada diafragma f/11. Sebaliknya, masih bisa memotret detail dengan ciamik seperti merekam rumput ilalang pada diafragma f/2,8.



2. FX Lens

Lensa unggulan ini menyempurnakan edisi sebelumnya, versi DX. Pada 35mm DX, hasilnya masih belum terlalu wide yakni pada kisaran 48mm karena crop factor. DX bukan didedikasikan untuk kamera full frame.

Nah, dengan 35mm FX maka hasilnya tetap pada 35mm (63 derajat angle of view). Ketika dicoba untuk memotret suasana pameran Doraemon di Ancol Beach City dengan ruang yang tidak terlampau lebar, masih bisa menjangkau dengan nyaman. Tidak terlampau distorsi dan masih bisa merangkum narasi yang apik.



3. Diafragma f/1,8 Hingga f/16

Diafragma f/1,8 mengikuti varian sebelumnya yang masih DX version. Tetapi dengan kemampuan FX, 35mm ini meng-upgrade kemampuan lensa Nikkor AF 35mm 2.0 yang mempunyai diafragma 2.0.

Perpaduan lebar dan diafragma besar membuat kamera ini tangguh segala medan. Ia mampu menghadapi kondisi low light seperti di kafe atau pub. Angle of view-nya masih bisa mengontrol suasana keramaian dengan apik tanpa kehilangan kemampuan landscape secara signifikan.



Efek bokeh pada bilangan 1,8 menjadi keunggulan lain lensa ini. Fotografer menjadi lebih mudah membuat fokus cerita secara mendalam pada depth of field yang super tajam.

Sebaliknya, kemampuan diafragma kecil hingga f/16 memastikan lensa ini berani adu kuat dengan lensa ultra wide yang biasa digunakan untuk untuk kebutuhan foto landscape.

Dengan rentang diafragma tersebut lensa yang terbilang tidak murah ini mampu merekam detil dengan baik. Situs resmi Nikon menjamin ketajaman 35mm ini jauh lebih presisi daripada Nikkor 24-70mm f 2,8 AFS G yang harganya jauh lebih mahal. Hal itu bisa dimaklumi karena lensa fix selalu masuk dalam kategori lensa utama (prime).



4. G Version

Generasi 'G' menghilangkan kinerja lensa untuk mengatur diafragma di lensa pada saat manual fokus. Tidak ada lagi ring aperture seperti ditemui pada generasi sebelumnya, misalkan AF 35mm 2.0.

Alhasil, kemampuan mengontrol diafragma dibebankan seluruhnya kepada bodi kamera. Kinerja lensa menjadi meningkat pesat dan mampu mencengkeram subjek dengan kokoh meski kondisi low light.

Atau pada saat subjek bergerak ke sana ke mari, tinggal menekan tombol AF-L pada bodi kamera, fokus akan mengikuti subjek bergerak tanpa harus gonta-ganti fokus secara membabi-buta.

Cengkeraman teknologi G sangat membantu untuk memfokuskan pada detail yang sangat tipis. Seperti dicoba untuk memotret rumput fokusnya tidak geser-geser sehingga mempercepat shutter untuk mengeksekusi.



5. Berat dan Volume

Seperti pada lensa-lensa fix, pabrikan mendesain pada kebutuhan yang ringkas dan mampu bicara banyak. Nah, Nikkor 35mm 1,8 G mampu memenuhi kebutuhan itu. Beratnya hanya 305 gram dengan panjang dan diameter lensa 7 cm. Volume dan bobot yang compact ini membuatnya nyaman buat diajak jalan atau traveling.

Desainnya yang ergonomis mampu menghindari kritik sebagian kalangan yang menilai ukuran ini masih terlalu besar untuk ukuran lensa 35mm.

Kelemahannya -- kalau ini bisa disebut sebagai kekurangan -- Nikkor 35mm 1,8 G tidak bisa digunakan untuk kamera Nikon yang belum berkemampuan full frame. Selain itu lensa angle of view 35mm dianggap kurang lebar bagi sebagian kalangan yang lebih memilih lensa 28mm atau 24mm.

Tidak adanya zoom lens juga membuat banyak fotografer harus berpikir beberapa kali sebelum memutuskan. Hal itu patut dipahami karena sebagian pengguna masih menginginkan lensa yang multifungsi dari lebar hingga tele, lebih praktis dan mampu memenui segala kebutuhan.

Selebihnya adalah faktor harga yang tidak murah yakni Rp 6 jutaan. Harganya hampir dua kali lipat dibanding AF 35mm f/2,0 kendati masih jauh lebih hemat daripada Nikkor AF-S 35mm f/1,4G N yang mencapai Rp 20 jutaan.

(Ari/ash)