Paus Leo XIV mengkritik paket gaji eksekutif dan membahas kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Hal ini ia sampaikan dalam wawancara media pertama yang dilakukannya.
Paus Leo mengatakan, dunia dalam masalah besar, terkait kesenjangan tingkat pendapatan kelas pekerja dan uang yang diterima orang-orang terkaya.
Seperti dikutip dari The Guardian, Paus Leo merujuk pada Elon Musk yang sebentar lagi diperkirakan akan menjadi triliuner pertama di dunia. Hal itu, menurutnya, merefleksikan mengapa dunia begitu terpolarisasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Para CEO yang 60 tahun lalu mungkin berpenghasilan empat hingga enam kali lipat dari yang diterima para pekerja, menjadi 600 kali lipat (sekarang)," kata Paus Leo dalam kutipan wawancara yang dilakukan oleh Elise Ann Allen, koresponden senior untuk surat kabar Katolik, Crux, sebagai bagian dari biografi yang akan terbit.
"Kemarin (ada) berita bahwa Elon Musk akan menjadi triliuner pertama di dunia. Apa artinya dan apa maksudnya? Jika hanya itu yang masih bernilai, maka kita berada dalam masalah besar," tegasnya.
Awal bulan ini, dewan direksi produsen mobil listrik Tesla mengatakan telah mengusulkan paket gaji triliunan dolar baru untuk Musk, kepala eksekutif sekaligus pemegang saham terbesarnya, jika ia mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaan.
Musk, yang juga pemilik X.com dan SpaceX, harus meningkatkan nilai Tesla dari lebih dari USD1 triliun saat ini menjadi USD8,5 triliun dalam 10 tahun.
Paus Leo yang terpilih Mei lalu sebagai paus asal Amerika Serikat pertama setelah wafatnya Paus Fransiskus, juga berbicara tentang beberapa bulan pertamanya sebagai paus, dengan mengatakan, "Masih ada kurva pembelajaran yang sangat besar di depan saya."
Sejauh ini, pemimpin umat Katolik sedunia ini menunjukkan sikap lebih rendah hati dibandingkan pendahulunya, meskipun mereka memiliki pandangan politik progresif serupa.
Paus sebelumnya, Paus Fransiskus, diketahui keras menentang Presiden AS Donald Trump, terkait kebijakan imigrasi garis kerasnya. Sementara Paus Leo, yang sebelumnya bernama Kardinal Robert Prevost, juga mengkritik kebijakan Trump di akun X-nya sebelum menjadi paus.
(rns/rns)