Belakangan ini istilah deepfake makin sering terdengar, terutama ketika membicarakan konten digital yang viral di media sosial.
Salah satunya adalah seorang ibu berkerudung pink yang ikut berdemo di Gedung DPR RI pada akhir Agustus lalu. Ibu itu muncul dalam video yang beredar di media sosial, dan sejumlah netizen menyebut video tersebut adalah video deepfake.
Video deepfake AI kerap memicu perdebatan karena bisa dipakai untuk hiburan, tapi juga berpotensi disalahgunakan. Lalu, apa sebenarnya deepfake AI itu?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirangkum detikINET dari berbagai sumber, Deepfake merupakan gabungan dari dua kata, yaitu deep learning dan fake. Secara sederhana, deepfake adalah teknik manipulasi gambar atau video menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk membuat seseorang terlihat melakukan atau mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Teknologi ini biasanya memanfaatkan algoritma machine learning seperti generative adversarial networks (GANs) untuk mempelajari wajah, suara, maupun gerakan tubuh target. Hasil akhirnya sering kali begitu realistis hingga sulit dibedakan dengan rekaman asli.
Bagaimana Cara Kerja Deepfake?
Proses pembuatan deepfake dimulai dengan mengumpulkan data visual dan audio dari target, misalnya foto, video, dan rekaman suara. AI kemudian dilatih untuk mengenali pola wajah, ekspresi, hingga intonasi suara. Setelah cukup data terkumpul, sistem akan "menempelkan" wajah atau suara target ke tubuh atau ucapan orang lain.
Dalam perkembangannya, deepfake tidak hanya terbatas pada wajah manusia. Ada juga teknologi serupa yang mampu meniru gaya bicara tokoh publik, menciptakan tokoh fiksi yang hidup, hingga membuat konten iklan dengan artis yang sebenarnya tidak pernah hadir.
Kegunaan Deepfake
Meski sering dikaitkan dengan sisi negatif, deepfake sebenarnya punya sejumlah manfaat ketika digunakan secara etis, misalnya:
- Industri hiburan: Membuat efek visual di film lebih realistis tanpa perlu aktor hadir di lokasi syuting.
- Pelatihan dan pendidikan: Membantu menciptakan simulasi interaktif, misalnya menghadirkan tokoh sejarah dalam format digital.
- Kreativitas konten: Dipakai untuk parodi atau eksperimen seni visual di media sosial.
Sayangnya, deepfake juga rawan disalahgunakan. Kasus paling sering adalah penyebaran video palsu untuk menjatuhkan reputasi seseorang, penyebaran konten pornografi non-konsensual, hingga penipuan digital dengan meniru wajah atau suara tokoh publik.
Beberapa negara bahkan sudah mulai merancang regulasi khusus untuk mengatur penggunaan deepfake, karena dampaknya bisa merugikan privasi, keamanan, dan kepercayaan masyarakat terhadap informasi digital.
Cara Mengenali Deepfake
Meski terlihat realistis, ada beberapa tanda yang bisa membantu mendeteksi video deepfake:
- Gerakan bibir tidak sinkron dengan suara.
- Kedipan mata yang tampak tidak natural.
- Pencahayaan wajah berbeda dengan lingkungan sekitar.
- Tekstur kulit terlihat terlalu halus atau aneh.
Seiring perkembangan AI, tanda-tanda ini mungkin makin sulit dikenali, sehingga dibutuhkan pula bantuan teknologi deteksi khusus.
Saksikan Live DetikSore:
(asj/asj)