Satya Nadella diangkat jadi CEO Microsoft pada 2014, dan sejak dipimpin pria asal India ini saham Microsoft sudah naik hampir 1000%.
Saat Nadella menggantikan Steve Ballmer pada 4 Februari 2014, nilai saham Microsoft adalah USD 36,35 per lembar. Kini, harga saham MIcrosoft mencapai USD 364,02 per lembarnya, atau meningkat lebih dari 900%.
Berkat peningkatan saham itu, kini jumlah kompensasi bonus untuk Nadella pun mencapai lebih dari USD 1 miliar. Microsoft serta Nadella mungkin perlu berterima kasih kepada AI atas peningkatan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, bonus kompensasi Nadella ini adalah gabungan dari saham, gaji, bonus, dan deviden, yang kini nilainya sudah melewati USD 1 miliar. Hanya saja juru bicara Microsoft Frank Shaw menyebut kalau Nadella tidak memiliki kekayaan sebesar itu.
Menurut Bloomberg, investasi Microsoft sebesar USD 13 miliar ke OpenAI berdampak besar pada peningkatan saham Microsoft selama tahun 2023 ini, yang peningkatannya mencapai 50%.
Baru-baru ini saham Microsoft juga terdongkrak setelah mereka mengumumkan paket langganan baru untuk menggunakan fitur AI di layanannya, yaitu Microsoft 365 Copilot yang biaya penggunaannya adalah USD 30 perbulan. Saat ini biaya penggunaan Microsoft 365 adalah antara USD 12,50 sampai USD 57 perbulannya.
Dengan peningkatan ini, Microsoft diperkirakan akan mendapat tambahan pemasukan sebesar USD 14 miliar. Microsoft pun diperkirakan akan menembus valuasi USD 3 triliun berkat investasinya ke OpenAI tersebut.
Tak seperti CEO lain yang biasanya terlihat kontroversial dan seringkali dibenci, Nadella adalah sosok yang disukai banyak orang. "Ia adalah satu dari sedikit CEO teknologi yang tak dibenci oleh politisi dan regulator," kata Sam Garg, profesor di ESSEC Business School, seperti dikutip detikINET dari Techspot, Minggu (23/7/2023).
Meski begitu, bukan berarti Nadella tak pernah membuat keputusan tak populis. Misalnya soal PHK yang dilakukan Microsoft terhadap 10 ribu pegawainya pada tahun 2023 ini. PHK tersebut dilakukan karena Microsoft terlalu banyak merekrut pegawai baru saat awal pandemi.
(asj/fyk)