Jepang kembali mencetak rekor kelahiran bayi terendah di 2022, kurang dari 800 ribu, dan terjadi fenomena resesi seks. Pemerintah pun mencoba berbagai upaya agar populasi terjaga, salah satunya dengan menyelenggarakan acara perjodohan bagi para jomblo.
Seperti dikutip detikINET dari Mainichi, sekitar 400 jomblo akan berkumpul di kota Nagakute, dalam salah satu event perjodohan terbesar yang digelar di Negeri Sakura. Pemerintah prefektur Aichi menjadi penyelenggara kegiatan tersebut.
Menurut survei di area itu pada tahun 2018, sekitar 80% orang sebenarnya ingin menikah pada suatu saat nanti. Akan tetapi sekitar 40% tetap single karena mereka kesulitan dalam menemukan jodohnya. Mengantisipasi fenomena ini, pemerintah setempat pun bertindak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Event perjodohan massal itu akan diselenggarakan secara gratis. Mereka yang single berumur antara 20 sampai 30-an tahun yang tinggal di Aichi bisa mengikutinya.
Mereka yang hadir awalnya akan disuguhi video pembelajaran, yang menayangkan misalnya bagaimana berbincang yang baik dengan lawan jenis. Kemudian mereka akan dipisahkan ke grup kecil dan diharapkan menemukan jodoh idaman.
Untuk event ini, pemerintah Aichi sudah menyiapkan anggaran sekitar Rp 800 juta. "Dengan penurunan angka kelahiran, kami ingin membantu agar orang-orang memikirkan tentang pernikahan," kata mereka. Orang-orang pun diminta datang karena acaranya menarik dan juga gratis.
Saat ini, belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah, di mana pemerintah Jepang begitu bersemangat menjodohkan warga. Memang pertaruhannya besar, yaitu masa depan dan kelangsungan negara.
Survei dari National Institute of Population dan Social Security Research menemukan bahwa hampir seperlima pria Jepang dan 15% wanita tidak tertarik menikah, angka tertinggi sejak 1982. Hampir sepertiga pria dan seperlima wanita Jepang di usia 50-an tak pernah menikah.
(fyk/fay)