Republik Kongo bukanlah sebuah negara maju dan kaya raya, kehidupannya masyarakatnya pun jauh dari kata mewah bahkan modis. Negara ini memiliki catatan sejarah akan kemiskinan, penyakit, kurang gizi dan konflik berat sepanjang tahun 1990-an yang telah merenggut ribuan nyawa warga sipil.
Namun di tengah kekacauan Kongo, para pesolek yang mengaku diri dari sub-Sahara Afrika telah menjalani kehidupan yang sangat bertolak belakang dengan lingkungan kehidupan mereka. Mereka pun jadi viral dan menjadi banyak pembicaraan di dunia maya oleh netizen.
Mereka disebut dengan kelompok penggemar mode yang dikenal sebagai 'Sapeur' yang bergaya modis, parlente dan berkelas meski lingkungan mereka sangat bertolak belakang.
Istilah Sapeur ini berasal dari akronim bahasa Prancis kelompok sosial mereka, La Société des Ambianceurs et des Personnes Élégantes (Masyarakat Ambianceur dan Orang Elegan). Mereka juga dikenal sebagai komunitas La Sape, sebuah kumpulan orang-orang pencinta fashion dan mode.
Melansir dari Le Journal International, awal mula keberadaan La Sape ditelusuri kembali ke tahun-tahun awal kolonialisme di negara itu. Prancis telah mencoba membudayakan orang-orang Afrika dengan memberi mereka pakaian bekas Eropa sebagai upah atas pengabdian mereka.
Hal ini kemudian berlanjut dan menjadi gerakan sosial yang dihidupkan kembali pada tahun 1970 oleh musisi Papa Wemba, di Kinshasa, ibukota Republik Demokratik Kongo.
![]() |
Meskipun perang dan perselisihan telah merusak Kongo selama bertahun-tahun namun sejalan dengan itu, terjadi kebangkitan La Sape di Brazzaville, ibu kota Republik Kongo. Meskipun kampanye yang mendorong pembatasan subkultur dari ruang publik, mereka sekarang dihormati, mewakili stabilitas dan ketenangan di tengah gejolak di negara ini.
Kebangkitan La Sape ini justru memberikan dampak yang lebih baik di tengah perselisihan. Menurut menteri pemerintah untuk zona ekonomi khusus Alain Akoualala Atipault, La Sape telah menunjukkan hal-hal yang lebih baik di mana Kongo seperti telah hidup kembali setelah bertahun-tahun perang saudara.
Diketahui kekerasan dan perkelahian adalah karakteristik yang sama sekali tidak sesuai dengan perilaku moral Sapeurs. Sifat flamboyan mereka yang luar biasa berfungsi sebagai penerangan bagi kaum muda Kongo yang kehilangan haknya, membimbingnya menjauh dari dunia Ketiga ke kosmopolitanisme modern.
Halaman selanjutnya, sisi gelap La Sape>>>
Simak Video "Pembantaian di Kongo, 36 Warga Dibunuh Kelompok Ekstremis"
[Gambas:Video 20detik]