Miskin Banyak Gaya, La Sape Ternyata Bawa Kedamaian di Kongo
Hide Ads

Miskin Banyak Gaya, La Sape Ternyata Bawa Kedamaian di Kongo

Josina - detikInet
Rabu, 20 Apr 2022 05:45 WIB
La Sape adalah komunitas pencinta fashion di Kongo. Mereka rela susah makan ketimbang melepas hobi mereka memakai pakaian desainer ternama Eropa.
Komunitas La Sape. Foto: Dok. La Sape
Jakarta -

Republik Kongo bukanlah sebuah negara maju dan kaya raya, kehidupannya masyarakatnya pun jauh dari kata mewah bahkan modis. Negara ini memiliki catatan sejarah akan kemiskinan, penyakit, kurang gizi dan konflik berat sepanjang tahun 1990-an yang telah merenggut ribuan nyawa warga sipil.

Namun di tengah kekacauan Kongo, para pesolek yang mengaku diri dari sub-Sahara Afrika telah menjalani kehidupan yang sangat bertolak belakang dengan lingkungan kehidupan mereka. Mereka pun jadi viral dan menjadi banyak pembicaraan di dunia maya oleh netizen.

Mereka disebut dengan kelompok penggemar mode yang dikenal sebagai 'Sapeur' yang bergaya modis, parlente dan berkelas meski lingkungan mereka sangat bertolak belakang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Istilah Sapeur ini berasal dari akronim bahasa Prancis kelompok sosial mereka, La SociΓ©tΓ© des Ambianceurs et des Personnes Γ‰lΓ©gantes (Masyarakat Ambianceur dan Orang Elegan). Mereka juga dikenal sebagai komunitas La Sape, sebuah kumpulan orang-orang pencinta fashion dan mode.

Melansir dari Le Journal International, awal mula keberadaan La Sape ditelusuri kembali ke tahun-tahun awal kolonialisme di negara itu. Prancis telah mencoba membudayakan orang-orang Afrika dengan memberi mereka pakaian bekas Eropa sebagai upah atas pengabdian mereka.

ADVERTISEMENT

Hal ini kemudian berlanjut dan menjadi gerakan sosial yang dihidupkan kembali pada tahun 1970 oleh musisi Papa Wemba, di Kinshasa, ibukota Republik Demokratik Kongo.

La SapeLa Sape Foto: Instagram

Meskipun perang dan perselisihan telah merusak Kongo selama bertahun-tahun namun sejalan dengan itu, terjadi kebangkitan La Sape di Brazzaville, ibu kota Republik Kongo. Meskipun kampanye yang mendorong pembatasan subkultur dari ruang publik, mereka sekarang dihormati, mewakili stabilitas dan ketenangan di tengah gejolak di negara ini.

Kebangkitan La Sape ini justru memberikan dampak yang lebih baik di tengah perselisihan. Menurut menteri pemerintah untuk zona ekonomi khusus Alain Akoualala Atipault, La Sape telah menunjukkan hal-hal yang lebih baik di mana Kongo seperti telah hidup kembali setelah bertahun-tahun perang saudara.

Diketahui kekerasan dan perkelahian adalah karakteristik yang sama sekali tidak sesuai dengan perilaku moral Sapeurs. Sifat flamboyan mereka yang luar biasa berfungsi sebagai penerangan bagi kaum muda Kongo yang kehilangan haknya, membimbingnya menjauh dari dunia Ketiga ke kosmopolitanisme modern.

Halaman selanjutnya, sisi gelap La Sape>>>

Penampilan mereka sangat khas, mengenakan pakaian-pakaian bermerek dan mahal. Namun nyatanya mereka bukanlah orang kaya. Sapeur adalah orang-orang yang tinggal di Brazzaville, kota besar Kongo. Pekerjaan mereka umumnya adalah supir taksi, petani, dan tukang kayu. Meskipun hidup yang Sapeur jalani tampak mengesankan pada pandangan pertama, tentu bukan tanpa sisi gelap.

Sementara sebagian besar orang menghasilkan cukup uang untuk makan adalah prioritas, bagi Sapeur, mendapatkan cukup uang untuk membeli topi dari desainer Perancis atau Italia serta pakaian merek ternama adalah yang utama.

La SapeLa Sape Foto: Instagram

Mengingat kemiskinan yang ekstrim di kota-kota tempat tinggal kumuh Sapeur, hal itu menyebabkan kekhawatiran karena seakan fashion telah menguasai kebutuhan dasar manusia.

Selain itu, Sapeur justru memuji diri akan kemampuan mereka untuk dapat mencuci, dan tetap bersih serta higenis, di tengah negara yang persediaan airnya terbatas.

Bahkan, mereka juga mengorbankan kesempatan pindah ke rumah yang lebih baik, membeli mobil atau membayar uang sekolah anaknya, untuk dapat memenuhi hasrat fashionnya. Banyak yang menggunakan cara ilegal untuk mendapatkan pakaian yang diinginkan, beberapa juga telah berakhir di balik jeruji besi.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Trump Disebut Salah Klaim soal Foto Genosida Kulit Putih di Afsel"
[Gambas:Video 20detik]
(jsn/fay)