Keren! Pemuda Desa Penjual Tahu Bakso Ini Bikin Aplikasi e-Commerce

Arbi Anugrah - detikInet
Rabu, 01 Sep 2021 07:15 WIB
Sarjono, penjual tahu bakso yang berhasil membuat aplikasi e-Commerce. Foto: Arbi Anugrah/detikcom
Banyumas -

Sarjono (33), pemuda di Desa Gerduren, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas ini bukan terlahir dari keluarga mampu. Dia hanya seorang penjual tahu bakso keliling lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang tidak dapat melanjutkan sekolahnya karena keterbatasan ekonomi keluarga.

Berangkat dari kesulitan yang sering dialaminya semenjak kecil, Sarjono yang memiliki keterbatasan pendidikan ini ternyata selalu mencoba menimba ilmu dari teman -temannya yang memiliki pengalaman lebih. Hingga akhirnya, dia mampu membangun sebuah aplikasi e-Commerce sendiri melalui rumus-rumus coding.

"Pendidikan saya formalnya SMP saja, saya belajar coding itu dari teman saya orang Jawa Barat, liat liat saja awalnya, itu otodidak. Karena saya bukan lulusan sekolah IT, hanya diajarkan saja sama teman saya, mas Yudi namanya," kata Sarjono dan biasa dipanggil Jono saat berbincang dengan detikcom beberapa waktu lalu di tempat wisata Desa Gerduren.

Jono menceritakan lika-liku kehidupannya hingga mampu membuat sebuah aplikasi e-Commerce sendiri setelah dirinya selalu dianggap tidak mampu oleh masyarakat sekitar karena hanya lulusan SMP. Sebelum berjualan tahu bakso, Jono merupakan sales jajanan es keliling ke minimarket yang ada di Banyumas.

Bahkan, orang tuanya yang hanya buruh tani telah membangun semangatnya untuk bangkit dari segala kesulitan. Dia pun mulai belajar caranya berdagang dengan mengambil produk orang dan dia jual kembali dengan cara berkeliling menggunakan sepeda motornya.

"Karena saya terpacu dari omongan orang, sakit hati sih tidak ya, kenapa saya semangat, saya berusaha, itu karena lulusan saya hanya SMP, tidak mungkinlah bisa apa apa, tidak kayak orang yang lulusannya tinggi, yang sudah jelas terjamin masa depannya. Dari situ saya terpacu, saya ingin bener bener sukses," ceritanya.

"Maka saya belajar, karena belajar saya bukan sekolah tinggi, karena orang tua saya hanya buruh tani dan tidak punya apa apa, saya lahir dari keluarga yang sederhana dan sulit. Dari situ saya punya teman yang punya kemampuan apapun, dari situlah jadi tempat saya untuk menimba ilmu," jelasnya.

Aplikasi yang dibuat Sarjono Foto: Arbi Anugrah/detikcom

Ketika berjualan itu, banyak pula masyarakat yang seolah-olah meremehkannya, ditambah perkembangan zaman yang semakin modern dengan adanya pasar jual beli online. Dirinya semakin tersudut, karena untuk menggunakan aplikasi WhatsApp dan media sosial saja dirinya mengaku tidak bisa.

"Jadi saat nyales dagang kelilingan, kadang banyak orang suka bilang 'ah di online saja banyak, beli di online aja'. Tapi waktu itu kan saya bingung online, saya tidak bisa buat apa apa, belum tahu apa apa yang namanya online. Pakai WA aja masih belajar, tapi Alhamdulillah setelah saya berusaha belajar belajar, Alhamdulillah bisa, apalagi saya punya teman seorang programmer, jadi saya belajar sama dia," ujarnya.

Semuanya itu menjadi cambukan keras bagi Jono, tanpa putus asa, Jono akhirnya memutuskan membuat aplikasi e-commerce sendiri dengan kemampuan kode kode pemrograman hingga membuat tampilan serta menu menu aplikasi yang dia dapat dari temannya tersebut yang memang memiliki background seorang programmer IT. Namun berbagai kendala dialaminya, mulai dari tidak adanya modal hingga server yang masih numpang.

"Akhirnya saya mencoba membuat aplikasi, sebenarnya kalau aplikasi kan butuh server pribadi, tapi itu sangat mahal sekali, saya tanya teman saya, kalau kita belum punya server sendiri karena belum punya modal. Akhirnya numpang server start up, jadi saya hanya fokus codingnya saja sambil diajarin," ujarnya.

Sambil berjualan tahu bakso keliling pada siang harinya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat di masa pandemi virus Corona atau COVID-19 dan untuk pemenuhan kebutuhan keluarganya, Jono memanfaatkan waktu malam untuk membangun aplikasi e-commerce tersebut sejak 2018 lalu. Namun lagi-lagi kendala modal menjadi kesulitannya membangun aplikasi tersebut.

Setiap pagi, dia yang kini hanya berjualan tahu bakso memiliki penghasilan hanya Rp 40 ribu hingga Rp 50 ribu, itu pun jika dagangan yang dia ambil dari temannya laris. Setiap harinya dia membawa sekitar 100 pack tahu bakso yang dijualnya dengan harga Rp 5 ribu, dari hasil jualannya tersebut, dirinya mendapatkan keuntungan Rp 500 rupiah per pack.

"Ini benar-benar luar biasa perjuangannya, meskipun kadang banyak kendalanya, salah satunya misal kita butuh modal untuk bayar ini itu, dari tahun 2018 sampai sekarang ini baru mau launching," ucap bapak dua anak ini.

Dia menjelaskan jika aplikasi jual beli online, e-commerce yang dia bangun mungkin tidak seperti e-commerce pada umumnya yang sudah besar. Karena dia berusaha membangunnya dari bawah, walaupun sistemnya sama, tapi ada beberapa perbedaan sedikit.

Tapi segala fitur telah disempurnakan, termasuk pembayaran bank sebagai pihak ketiga, fitur investasi, fitur bayar tagihan, beli pulsa, bahkan bayar e-toll dan lain-lain. Bahkan aplikasi ini juga sudah bisa didownload di Play Store dengan nama 'Jawaraya' jual beli online.



Simak Video "Video idEA ke Pemerintah: Tolong Perhatikan, E-Commerce Masih Penuh Tekanan"

(arb/afr)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork