Beredar soal chemtrail di Pantura yang disebut menyebarkan bahan berbahaya dari udara. Kabar ini sering di-forward di berbagai media sosial dan platform tukar pesan contohnya WhatsApp. Seperti apa faktanya?
Sebelumnya, detikINET sempat menerima narasi yang membahas soal Chemtrails. Di bawah ini adalah informasi yang beredar:
"DIDUGA... Penampakan Chemtrails (chemical trail atau bahan kimia berbahaya) di sepanjang jalan Pantura tadi pagi tidak lama setelah pesawat terbang rendah. Chemtrail adalah zat senyawa kimia asam yang sengaja dilepaskan di udara, efeknya orang mudah flu, batuk, demam, persendian lemas, dan linu. Dengan demikian orang-orang akan berbondong-bondong ke RS, dites...positif, dikasih obat RS, end..."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip situs resmi pemerintah covid19.go.id Hoax Buster, viralnya teori konspirasi ini bukan tanpa alasan. Dari klaim yang beredar di broadcast, chemtrails yang merupakan singkatan dari chemical trail di Pantura dipercaya menimbulkan gejala mirip flu, narasinya juga menakutkan. Padahal, kebenarannya saja diragukan.
"Seiring besarnya asumsi orang-orang tentang chemtrails ini, sampai saat ini, belum ada bukti ilmiah apapun yang telah menjelaskan terkait kebenaran chemtrail ini. Para ahli kemudian hanya memberikan respon berupa penjelasan dan pembuktian ilmiah terkait peristiwa-peristiwa yang diduga chemtrails," tulisnya.
Menurut Hoax Buster, teori Chemtrail mulai muncul dan beredar pada tahun 1990-an, sejak publikasi majalah Angkatan Udara Amerika tentang modifikasi cuaca. Teori konspirasi chemtrails ini kemudian semakin berkembang karena memiliki kesamaan dengan modifikasi albedo (geoengineering) , yang telah diteliti oleh para ahli untuk menambahkan bahan ke atmosfer bumi agar mencerminkan lebih banyak sinar matahari kembali ke angkasa.
Untuk mengatasi ini, Federal Aviation Administration, otoritas penerbangan nasional AS, bekerja sama dengan Environmental Protection Agency (EPA), National Aeronautics and Space Administration (NASA) dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), membuat laporan rinci yang ditujukan untuk menghilangkan rumor chemtrails.
Chemtrails memang salah satu teori yang cukup 'langgeng' di dunia. Di negeri awal pencetus teori ini pun angka kepercayaan soal Chemtrails untuk 'mengontrol populasi' saja bahkan menunjukkan teori ini masih ada pengikutnya merujuk survei yang dipublikasi Statista Research Department tahun 2019.
Ada 8% yang mengaku sangat percaya, 11% lumayan percaya, 19% netral. Sementara itu tercatatat 9% lumayan tidak percaya soal Chemtrail sebagai alat mengontrol populasi. 43% sangat tidak percaya soal ini, dan 9% memilih untuk tidak berpendapat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan penampakan kabut pesawat yang 'diduga' chemtrails pun telah terlihat beberapa kali di Indonesia. Penampakan ini pun sering dikaitkan dengan peristiwa wabah kesehatan yang terjadi kala itu, seperti wabah flu burung.
"Namun lagi-lagi, teori ini belum bisa dibuktikan. Maka, narasi dan video yang menyatakan garis asap putih yang ada di langit Pantura adalah chemtrails yang dibuat untuk membuat orang-orang sakit hingga positif virus COVID-19 adalah hoaks kategori misleading content atau konten yang menyesatkan," pungkasnya.
Baca juga: Prince, Chuck Norris, dan Konspirasi Cuaca |