Jaringan 5G komersial akan hadir di Indonesia dalam waktu dekat. Dua operator telekomunikasi, Telkomsel dan Indosat Ooredoo, dalam sepekan ini terus berlomba untuk menghadirkan layanan seluler generasi kelima ini.
Sayangnya, kehadiran 5G di banyak negara diikuti dengan hoax dan teori konspirasi. 5G dituding memiliki dampak negatif untuk kesehatan, mulai dari menyebabkan kanker sampai menyebarkan virus Corona.
Bahkan tidak jarang orang-orang yang sudah termakan hoax dan konspirasi ini sampai melakukan protes dan vandalisme tower 5G. Berikut ini deretan hoax seputar 5G yang sudah terbantahkan, seperti dirangkum detikINET dari berbagai sumber, Sabtu (22/5/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. 5G bisa sebabkan kanker
Sejak ponsel menjadi barang kebutuhan sehari-hari, salah satu kekhawatiran yang banyak disuarakan adalah risiko kanker yang lebih tinggi. Begitu juga dengan 5G yang menggunakan gelombang frekuensi lebih tinggi dibandingkan pendahulunya.
Pada tahun 2011, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan International Agency for Research on Cancer (IARC) menggolongkan radiasi frekuensi radio (RF) sebagai 'kemungkinan karsinogenik'.
Tapi, WHO dan IARC juga menempatkan aktivitas normal seperti memakan acar sayuran dan menggunakan bedak talcum ke dalam kategori yang sama. Bahkan minuman beralkohol dan daging olahan masuk dalam kategori yang lebih tinggi.
Radiasi inilah yang dituding sebagai penyebab kanker. Padahal tidak semua radiasi berbahaya bagi kesehatan karena ada radiasi non-ionising dan ionising.
Gelombang radio yang digunakan jaringan telekomunikasi termasuk radiasi non-ionising. Artinya radiasi ini tidak memiliki cukup energi untuk menghancurkan DNA dan menyebabkan kerusakan di sel.
Meski lembaga kesehatan dan peneliti terus mempelajari kaitan antara frekuensi 5G dan kanker, untuk saat ini banyak negara dan otoritas yang menyatakan jaringan ini aman untuk kesehatan.
2. 5G akan gantikan 4G
Sebagian orang berpikir setelah 5G datang maka 4G akan tergantikan. Tapi ini tidak benar karena jaringan 5G saat ini dibangun di atas jaringan 4G yang sudah ada.
Bahkan saat ini jaringan 2G saja masih tersedia, meski beberapa negara sudah berniat untuk mematikannya. Karena penetrasi 5G komersial tidak akan langsung merata, beberapa daerah masih akan mengandalkan 4G untuk beberapa waktu ke depan. Jadi tidak perlu khawatir ponsel 4G kalian tidak bisa digunakan lagi setelah 5G ada.
3. Sebabkan gangguan otak
Mitos lainnya seputar 5G adalah karena frekuensinya lebih tinggi dikhawatirkan akan meningkatkan gelombang mikro atau microwave yang diserap oleh otak. Teori ini pertama kali diungkap oleh Dr. Bill P. Curry.
Tapi beberapa ilmuwan sudah membantah mitos ini karena beberapa alasan. Pertama, data Dr. Curry meneliti jaringan terekspos di laboratorium, bukan sel yang ada di dalam tubuh.
Kedua, temuan ini tidak mencakup 'shielding effect' atau kemampuan kulit untuk memblokir frekuensi radio tinggi dan melindungi internal tubuh kita.
4. Penyebar COVID-19
Penyebaran jaringan 5G di berbagai negara berbarengan dengan pandemi COVID-19. Akibatnya, banyak teori konspirasi yang mengaitkan keduanya seperti 5G menyebabkan dan menyebarkan virus Corona, vaksin COVID-19 berisi mikrochip 5G, dan lain-lain.
Hal ini tentu tidak benar adanya karena virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19 menyebar di udara lewat droplet, bukan jaringan telekomunikasi.
Rumor lainnya menuding 5G bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh. Hal ini juga salah karena tidak ada studi yang membuktikan 5G atau jaringan pada umumnya bisa meningkatkan risiko seseorang terkena infeksi virus.
Meski sudah dibantah oleh ilmuwan dan otoritas kesehatan, konspirasi ini masih terus menyebar. Bahkan tahun lalu sempat terjadi beberapa insiden pembakaran tower 5G di negara-negara Eropa dan pegawai operator yang sedang memasang kabel fiber optic mendapat ancaman dari publik.
(vmp/fay)