COVID-19 di Indonesia sudah mewarnai sendi kehidupan Indonesia dan dunia lebih dari 13 bulan. Setidaknya dua kali lebaran telah dilalui dengan warna baru. Mudik lebaran dilarang dan lebaran tahun ini pemerintah menghimbau 'silaturahmi digital' untuk menggantikan silaturahmi fisik. Bahkan Kementerian Kominfo telah menambah jalur nirfisiknya agar silaturahmi digital bisa dijalankan lebih baik.
Makna Silaturahmi
Ada beberapa referensi yang membedakan antara Silaturahim dan Silaturahmi. Saya tidak akan bahas perbedaan ini secara rinci, tetapi menggunakan lebih umum di Kamus Bahasa Indonesia yaitu Silaturahmi. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai:
Silaturahmi: Tali persahabatan (persaudaraan). Bersilaturahmi mengandung makna mengikat tali persahabatan (persaudaraan).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari definisi diatas hubungan dikaitkan dengan tali pengikat. Dalam hubungan keseharian hubungan bisa saudara satu orang tua, satu nenek moyang hingga membentuk suatu pohon kekeluargaan. Di budaya Jawa tali tersebut disebut dengan Trah (keluarga besar) yang mungkin bisa terkumpul 4 atau 5 generasi.
Kegiatan saat lebaran mereka melakukan pertemuan fisik bergilir dari suatu keluarga ke keluarga yang lain. Namun kegiatan selanjutnya ada yang berkembang hingga arisan atau membentuk koperasi. Walau tantangan tidak mudah membentuk koperasi atau unit usaha berdasar keluarga (alumni).
Lebih lanjut, Silaturahmi juga tidak hanya terikat karena hubungan saudara satu nenek moyang tapi juga karena bekerja dalam ikatan perusahaan atau ikatan satu organisasi masa atau pendukung tim sepak bola dan lain lain.
Tali hubungan dalam suatu ajaran agama mempunyai makna yang sangat bagus di antaranya:
- Menambah Rezeki
- Menambah empati mengurangi rasa ego
- Menambah kekuatan
- Memperpanjang umur
Menurut penulis ada teori yg mendukung manfaat silaturahmi ini yaitu teori Metcalfe. Teori ini menyatakan bahwa nilai jaringan adalah sebanding dengan kuadrat jumlah pengguna yang terhubung pada sistem (n^2). Jadi semakin besar pengguna sebuah jaringan maka kegunaan jaringan tersebut juga semakin besar.
Pengembangan tali persaudaraan ini telah terbukti dengan adanya platform digital, seperti Bukalapak, Traveloka, Tokopedia, Amazon, dll
Selanjutnya kebiasaan yang mungkin telah menjadi 'budaya' sebelum COVID-19, bahwa setiap lebaran mudik bersama. Membuat jalan macet, penulis yang biasa perjalanan Bandung-Yogya di tahun 1985 an hanya 7-8 jam, semenjak awal tahun 2005 an, menjadi lama, bisa 10 hingga pernah 20 jam, di jelang hari lebaran.
Setelah COVID-19, sejak tahun lalu mulai diperlakukan konsep 3M dan bahkan 5M. Pun yang sudah diberi vaksin harus tetap menjaga protokol kesehatan.
Termasuk saat hari raya Keagamaan ditambah tidak boleh mudik. Belajar dari India, sudah merasa turun dan mungkin di vaksin , mereka melakukan perayaan dengan berkumpul di tepi sungai dan tempat lain, sepertinya tidak mengindahkan protokol kesehatan. Alhasil bulan April ini India warga negara yang terdampar melonjak drastis.
Silaturami Digital
Belajar dari peristiwa di India, sepertinya Pemerintah Indonesia memperketat perjalanan mudik saat lebaran tahun ini. Warga dilarang pulang kampung, setiap ada perbatasan wilayah tertentu di jaga oleh aparat untuk titik pengecekan.
Akhirnya budaya silaturahmi fisik 'terganggu' dan pilihan terbaik dan yang tersedia adalah silaturahmi digital. Silaturahmi digital memang belum ada definisi baku, tetapi mencoba mengembangkan berdasarkan yang ada yaitu melakukan hubungan tali persaudaraan dan persahabatan dengan menggunakan teknologi digital.
Teknologi yang digunakan saat ini banyak alternatif, baik teknologi kirim kartu lebaran elektronis yg praktis dengan berbagai kreativitas, bertemu individu virtual secara video hingga bertemu secara jamak.
3 hal penting yang menjadi prasarat keberhasilan ini di antaranya konektivitas, literasi digital dan kualitas komunikasi persahabatan/persaudaraan.
Presiden sudah mencanangkan transformasi digital di Indonesia Agustus tahun lalu yaitu konektivitas, bisnis proses, data center, digital talenta dan kebijakan.
Saya kira ini mesti menjadi perhatian pemangku kepentingan terkait. Karena ini momen penting untuk melakukan transformasi yang nyata.
Covid selain menjadi bencana tetapi bisa memberi hikmah untuk membuat manusia lebih sadar lagi bahwa ada teknologi virtual/digital yang bisa membantu bekerja lebih efisien dan sehat.
Dalam konteks koneksi digital, persaudaraan dan persahabatan perlu disiapkan roadmap yang lebih matang lagi, karena disamping hal yang berdampak positif banyak juga yang bisa membuat bahaya bagi penduduk, terkait teror, porno hingga berita tidak benar maupun bully dan politik tidak jujur.
Transformasi digital di perusahaan dan di lembaga perlu disiapkan dan dieksekusi dengan baik, demikian juga dalam kehidupan keseharian yg membuat hubungan antar penduduk, keluarga dan komunitas secara digital perlu disiapkan secara lebih sistematis.
Singapura sebagai contoh telah mengeluarkan kebijakan digitalisasi mulai dari keluarga. Bagaimana warga dan komunikasinya menjadi pusat perhatian mereka. Kemampuan menggunakan teknologi digital, literasi yang baik hingga sistem komunikasi yang memberikan makna dan nilai untuk kenegaraan mereka dibangun ekosistemnya.
Semoga Indonesia bisa melakukan antisipasi yang baik terkait cobaan COVID-19 dan penggunaan teknologi digital yang bermanfaat.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H.
*)Suhono Harso Supangkat adalah Guru Besar ITB yang juga penggiat dan peneliti transformasi digital
(asj/asj)