Kecaman publik atas rasa sakit Ouchi
Publik dibuat marah setelah mengetahui Ouchi dihidupkan kembali pada hari ke 59 ketika jantungnya berhenti sebanyak tiga kali dalam waktu 49 menit.
Sejak awal, mereka beranggapan bahwa seharusnya pemerintah dan pihak rumah sakit tidak membiarkan Ouchi mengalami rasa sakit berkepanjangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kondisi yang semakin buruk, Ouchi harus dipindahkan ke University of Tokyo Hospital. Pemerintah bahkan memanggil tenaga medis terbaik dari seluruh dunia untuk merawat Ouchi. Bahkan, ia menjadi orang pertama yang menjalani transfusi sel induk perifer di dunia.
Ia juga menjalani transplantasi kulit berkali-kali yang sebenarnya tidak membantu. Segala macam tindakan medis mulai transfusi darah yang kelewat banyak, cairan, sampai obat-obatan bahkan didatangkan dari luar negeri.
Tapi ini bukanlah yang diinginkan Ouchi. Ia pada akhirnya mengatakan sudah tidak tahan lagi menjalani perawatan.
"Saya tidak tahan lagi... saya bukan kelinci percobaan," ujarnya kala itu.
Akhir penderitaan Ouchi
Karena kecaman yang ada dan juga guna menghormati keputusan Ouchi bersama keluarganya, rumah sakit berjanji tidak akan berupaya menghidupkan Ouchi lagi seandainya terjadi henti jantung.
Benar saja. Setelah 83 hari berjuang, Ouchi dinyatakan meninggal pada hari ke-83 karena kegagalan banyak organ. Masyarakat berduka dan mendoakan pria malang tersebut.
Menyusul Ouchi, Shinohara meninggal di tahun 2000 setelah melawan pneumonia parah yang melukai paru-parunya. Sisa hidupnya juga menderita karena rasa sakit dan karena ia tidak dapat berbicara. Ia hanya bisa menuliskan pesan untuk keluarga dan tenaga medis.
Sementara Yukokawa berhasil pulih setelah menjalani perawatan selama enam bulan lebih di rumah sakit. Kisah Ouchi dan teman-teman pada akhirnya dikisahkan dalam buku 'A Slow Death: 83 Days of Radiation Sickness'. Rest in peace, Ouchi dan Shinohara.
![]() |