Masalahnya adalah informasi akurat mengenai hal ini terkadang tidak diketahui oleh netizen dan dengan keterbatasan informasi inilah netizen mengambil keputusan. Secara alamiah netizen akan membela siapapun yang dianggap sebagai pihak yang lemah dan tertindas, apalagi kalau yang ditindas orang Indonesia. Dalam kasus ini GothamChess dan Chess.com menindas Dewa Kipas atau Irene Kharisma menindas Dewa Kipas.
Apalagi kalau korban 'penindasan' tersebut memiliki penampilan yang kalem dan baik. Penampilan di era sosmed ini sering sekali memegang peranan yang lebih penting daripada faktor lain. Sebagai buktinya, dalam pertandingan catur Irene Kharisma vs Dewa Kipas, yang mendapatkan penambahan follower IG paling banyak bukan Irene Kharisma yang 'hanya' bertambah menjadi 48.200 follower melainkan Chelsie Monica dari 9.000-an follower menjadi 98.300 follower. Tutur kata yang sopan dan penampilan yang menarik menjadi faktor menentukan pada zaman digital ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa yang harus dilakukan?
Kekompakan, kebanggaan dan kecintaan sebagai orang Indonesia memang menjadi hal yang sangat positif dan patut dipertahankan di era sosmed ini. Namun ancaman disinformasi seperti penyimpangan informasi, fakenews, hoax dan cybercrime sangat berpotensi mencoreng nama baik Indonesia dan menyebabkan kerugian bagi Indonesia.
Karena itu pihak yang terkait dan netizen perlu menyadari hal ini dan bekerja keras memanfaatkan modal dasar yang besar ini sehingga bisa memberikan manfaat maksimal dan tidak menjadi bumerang. Hal ini membutuhkan perhatian dari banyak pihak terkait seperti :
- Kominfo dan pihak terkait di telko secara aktif menganalisa kelemahan sistem yang mengakibatkan masifnya aksi fraud seperti kartu isi ulang yang bisa dipakai berulang dan setiap kali diblokir pelaku kejahatan tinggal mengganti dengan kartu prabayar baru. Hal ini dapat diatasi dengan mengidentifikasi IMEI perangkat dan memblokir perangkat keras yang menyalahgunakan sistem prabayar.
- Pihak call center atau institusi terkait yang sering menjadi sasaran phishing dan pemalsuan seperti call center bank dan layanan masyarakat, harus pro aktif dan tidak cukup hanya dengan melaporkan akun yang melakukan pemalsuan dan memblokirnya. Karena, setiap kali di blokir akan muncul akun baru sehingga aksi blokir ini tidak efektif. Ada baiknya institusi terkait ini melakukan aksi pro aktif bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk mengidentifikasi dan menangkap pelaku cyber crime yang sangat mempermalukan Indonesia ini. Pihak berwenang diharapkan memberikan dukungan dan menangkap pelaku kejahatan cyber serta memberikan hukuman yang keras supaya ada efek jera.
- Dan terakhir kita sebagai netizen juga diharapkan untuk tidak membabi buta membela apa yang kelihatannya benar tanpa mengetahui lebih detail duduk permasalahan. Hati-hati terhadap penyesatan informasi dan informasi yang hanya diberikan sepotong atau tidak lengkap untuk menyesatkan fakta yang ada. Jangan mudah tertipu oleh tampilan yang tidak berdosa, kelihatan seperti orang baik-baik yang tertindas, sekalipun faktanya tidak seperti yang terlihat di permukaan.
Hal ini akan mempermalukan orang Indonesia sendiri dan memberikan kesan kalau orang Indonesia itu tidak sopan, tidak sportif, kalau sudah salah sekalipun masih ngeyel dan tidak mau mengakui kesalahannya. Hal ini akan merugikan Indonesia sendiri di mana bangsa lain yang ingin berhubungan dengan Indonesia, baik dalam pariwisata, bisnis atau kerjasama lainnya bisa enggan. Mari kita manfaatkan kekuatan besar yang kita miliki ini dengan sebaik-baiknya untuk kemajuan Indonesia.
*) Alfons Tanujaya adalah ahli keamanan cyber dari Vaksincom. Dia aktif mendedikasikan waktunya memberikan informasi dan edukasi tentang malware dan cyber security bagi komunitas IT Indonesia.