Menurut data yang diolah TaniGroup (TaniHub & TaniFund) dari berbagai sumber, mayoritas dari total 35 juta petani di Indonesia adalah smallholder farmers, yaitu petani yang memiliki ukuran lahan tidak lebih dari 0,3 hektar. Pada umumnya, petani lokal masih menggunakan teknologi sederhana dalam bekerja dan 61% dari mereka berusia di atas 45 tahun.
Para petani lokal juga seringkali menemui kesulitan dalam memasarkan hasil pertaniannya, sehingga harus bergantung pada middlemen atau perantara untuk dapat melakukan itu. Ketergantungan pada middlemen ini membuat rantai pasok (supply chain) di pertanian sangat panjang, yang mengakibatkan harga yang diterima petani dari penjualan hasil panennya sangat jauh berbeda dengan harga yang dibayar konsumen (end user).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, para pendiri TaniHub menemukan permasalahan lainnya yang dihadapi oleh para petani Indonesia: akses keuangan. Sebab itulah TaniFund lahir untuk menjawab kebutuhan petani untuk pendanaan usaha taninya.
"Kami menyadari bahwa kesejahteraan hidup petani hanya dapat ditingkatkan jika upaya perubahan dilakukan dari berbagai sisi dan tidak terbatas pada supply chain saja. Oleh karena itu, pada awal 2017, kami mendirikan TaniFund; sebuah crowdfunding platform yang menyalurkan pendanaan dari lender kepada para borrower, dalam hal ini adalah petani," ujar Ivan Arie Sustiawan, CEO dan CoFounder TaniGroup dalam keterangan yang diterima detikINET.
Salah satu mitra TaniFund adalah Egi Gunawan, seorang petani millennial yang berusia 27 tahun dan kerap disapa dengan panggilan Kang Egi. Bersama kelompok taninya, Guna Tani, Kang Egi berhasil mengembangkan budidaya tomat TW dan cabai merah keriting lewat pembiayaan peer-to-peer lending dari TaniFund.
"TaniFund sangat membantu kami para petani. Dengan akses pembiayaan melalui program budi daya tanaman, saya dan kelompok tani jadi dapat menghitung dan merencanakan dengan rinci. Mulai dari kebutuhan operasional dari sebelum masa tanam, sampai masa panen. Setelah panen, TaniHub selaku sister company TaniFund menjadi solusi pemasaran secara offline maupun online.
Dengan demikian, saya tidak perlu khawatir apakah hasil pertanian dapat terserap seluruhnya," jelas Kang Egi. Untuk memastikan proyek budidaya berjalan lancar, tim field specialist TaniFund juga membimbing petani melalui aplikasi yang mudah diakses, yaitu farmer's app.
Dengan bantuan teknologi tersebut, mitra petani TaniFund dapat lebih tertata dalam mengelola proyeknya. Sebagai petani muda, Kang Egi berusaha menularkan pengelolaan usaha tani yang modern dan profesional kepada kelompok tani-nya.
"Sekarang administrasi kami mulai dilengkapi. Hari ini kita panen berapa, kita tulis. Biar ketahuan progress-nya. Jadi ke depannya kami ingin bisa menjadi perusahaan (badan usaha)," tutup petani muda yang sebelumnya bekerja di supermarket ini.
TaniGroup percaya sudah saatnya petani Indonesia melek teknologi dan inovasi supaya dapat mengelola usaha tani mereka secara lebih profesional dan meningkatkan skala usaha ke level yang lebih layak secara komersial (commercially viable). Dengan visi Agriculture for Everyone (Pertanian untuk Semua Orang), TaniGroup berupaya menciptakan sebuah ekosistem di mana petani dan masyarakat umum dapat saling mendukung dan berkontribusi untuk membangun sektor pertanian.
TaniGroup mengajak para petani Indonesia untuk memaksimalkan hasil panen mereka dan memasarkannya dengan leluasa, baik kepada pembeli individu, modern channel, maupun usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
"Hingga saat ini sudah 25.000 petani tergabung dengan TaniGroup. Dana yang tersalurkan sudah lebih dari Rp 75 miliar kepada 2.100 petani dalam 83 proyek budidaya melalui TaniFund. Dengan gudang dan cabang yang tersebar di lima kota; Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya, ke depannya kami sudah membuat sejumlah program untuk menjangkau petani di luar pulau jawa," tutup Ivan Arie Sustiawan.
(asj/asj)