Nominal tersebut bisa dibilang sepadan jika melihat bagaimana Pichai membawa Google memperoleh pendapatan fantastis sepanjang tahun lalu. Tak tanggung-tanggung, pembuat Android itu meraup USD 136,22 miliar, atau hampir Rp 2.000 triliun, berdasarkan data dari Statista.
Meski begitu, siapa sangka jika pria berkacamata itu tumbuh besar dengan segala keterbatasan akses terhadap teknologi. Dia dilahirkan di selatan kota Chennai, India. Pichai tumbuh besar di apartemen dua kamar bersama orang tua dan saudara laki-lakinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika saya tumbuh besar, tidak ada komputer, tidak ada televisi, tidak ada internet. Hanya ada beberapa teman, bermain olahraga, membaca buku," katanya dalam sebuah wawancara dengan CNN, sebagaimana detikINET kutip pada Kamis (20/6/2019).
Tak cuma itu, ketika keluarganya mendapat akses terhadap telepon, para tetangganya berkumpul agar juga bisa menelepon kerabat atau keluarganya. "Bagi saya, itu menunjukkan kekuatan yang bisa ditunjukkan oleh teknologi," ucapnya.
![]() |
Kondisinya berbalik 180 derajat ketika ia pindah ke Amerika Serikat. Hal tersebut lantaran ia mendapat beasiswa S2 dari Stanford University.
"Ketika saya ke Stanford, itu benar-benar saat ketika saya mendapat akses komputer khusus untuk diri saya. Itu merupakan momen yang besar dalam hidup saya," ujarnya mengenang momen tersebut.
Pria berusia 46 tahun itu sendiri berhasil meraih gelar M.S di bidang ilmu material dan mesin dari Stanford University. Setelahnya, ia mendapat beasiswa di Wharton School of University of Pennsylvania. dan berhasil menyabet gelar MBA di sana.
Ia mulai bergabung ke Google pada 2004. Sejak saat itu, ia terus berperan besar dalam pengembangan produk-produk dari perusahaan besutan Larry Page dan Sergey Brin itu. Ia dipercaya menjadi CEO sejak 2015 lalu, dan terus mempertahankan tren peningkatan pemasukan dari tahun ke tahun di sana. (mon/krs)