Pola 996 yang sudah jadi semacam budaya di China, ditengarai membuat banyak karyawan tertekan karena kurang libur dan banyak pula tidak mendapatkan kompensasi pantas. Akan tetapi bagi sang pendiri Alibaba, bekerja keras seperti itu amat diperlukan untuk menggapai sukses.
"Secara pribadi, aku yakin adalah berkah jika bisa bekerja 996 karena banyak perusahaan dan individu yang ingin bekerja 996 tidak mendapatkan kesempatan itu," kata dia yang dikutip detikINET dari KrAsia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setiap orang di dunia ingin berhasil, punya kehidupan bagus dan dihormati. Jika kalian tidak bekerja lebih lama dari yang lain untuk membuat lebih banyak usaha, bagaimana bisa kalian meraih sukses yang kalian inginkan?" tandasnya.
"Pikirkan mereka yang tak punya pekerjaan atau perusahaan yang harus mati besok, atau seseorang yang tidak tahu bagaimana menghasilkan pendapatan di kuartal depan atau seseorang yang programnya dibuat dengan banyak usaha tapi ternyata sia-sia," papar Ma.
Dia bahkan menambahkan Alibaba tidak butuh orang yang hanya ingin bekerja 8 jam sehari. Akan tetapi harus sampai 12 jam sehari untuk mencapai misi perusahaan.
Kontroversi sistem kerja 996 mengemuka di media sosial setempat setelah beberapa karyawan teknologi China mengeluhkannya melalui platform GitHub. Namanya 996.ICU dengan ICU mengarah ke rumah sakit yang mungkin akan menjadi 'tempat tujuan' karyawan karena bekerja gila-gilaan.
Halaman Selanjutnya: Kritikan Buat Jack Ma yang Dukung Sistem 996
Kritikan Buat Jack Ma yang Dukung Sistem 996
Foto: Rachman Haryanto
|
"Mampu untuk bekerja 996 adalah kebahagiaan. Jika kalian mau gabung Alibaba, kalian perlu siap kerja 12 jam sehari, jika tidak buat apa bergabung," tulis Ma di media sosial Weibo.
Akan tetapi cukup banyak yang kecewa dengan pernyataan Jack Ma. Pasalnya, penerapan pola kerja 996 dipandang tidak sehat dan sudah lama dikeluhkan, apalagi jika tanpa kompensasi yang pantas.
"Penuh omong kosong dan bahkan tak disebutkan apakah perusahaan menyediakan kompensasi lembur untuk jadwal 996," sebut sebuah komentar.
"Para bos melakukan 996 karena mereka bekerja untuk diri sendiri. Sedangkan kita bekerja 996 karena dieksploitasi tanpa kompensasi," tulis yang lain.
Sistem kerja itu memang sedang mendapat tantangan, terutama kaum muda yang mulai menyadari hak-haknya. Selain memprotes, tak sedikit yang langsung resign.
"Kalian bekerja terus dan menjadi sangat-sangat lelah. Tapi jika komplain, mereka mengatakan cari saja pekerjaan lain," sebut seorang pemuda bernama Li yang hanya bertahan 20 hari di perusahaannya.
"Menurut pengalaman saya, anak muda terutama generasi di atas tahun 1990 menolak bekerja lembur, mereka lebih memperhatikan diri sendiri," sebut pengamat hak karyawan di China, Li Jupeng.
Sistem Kerja 996 Bukan Berasal dari China
Foto: Thinkstock
|
Pegawai yang bekerja di startup teknologi harus bekerja hingga belasan jam untuk menjaga perusahaan mereka tetap berdiri dan beroperasi.
Ketika sektor teknologi dan startup di China mulai berkembang pada awal 2000-an, banyak perusahaan yang meminta pegawainya untuk bekerja sepanjang waktu. Hal ini pun berhasil mendorong perusahaan-perusahaan tersebut untuk menjadi salah satu yang terbesar di China, misalnya seperti Tencent.
"Dalam 10 atau 15 tahun terakhir, budaya kerja menjadi sangat intens," kata pemodal ventura, William Bao Bean seperti dikutip detikINET dari BBC.
Pegawai tidak hanya harus bekerja selama belasan jam, mereka juga kadang tidak menerima uang lembur. Karena perusahaan teknologi termasuk yang pertama menerapkan sistem ini dan mereka berhasil menjadi salah satu yang terbesar di China, perusahaan di sektor lain pun mengadopsi sistem ini.
Sistem ini pun akhirnya dianggap normal, hingga akhirnya muncul istilah 996. Tapi Bao Bean mengatakan bahwa adanya istilah ini dan semakin banyaknya orang yang membicarakan tentang sistem ini menandakan perilaku di dunia kerja akan sedikit berubah.
Bao Bean juga menambahkan bahwa perusahaan juga masih menemukan pegawai yang dengan senang hati bekerja 12 jam sehari. Asalkan perusahaan tersebut termasuk perusahaan yang prestisius dan menawarkan kompensasi yang menarik.
Beberapa perusahaan yang menerapkan sistem 996 memang termasuk nama-nama besar, seperti Alibaba, JD.com dan Bytedance yang merupakan induk TikTok.
"China telah pindah dari masyarakat yang diberi tahu apa yang harus dilakukan, menjadi masyarakat yang melakukan apa yang diinginkannya, dan itu juga sepertinya hal yang terkait dengan milenial," pungkas Bao Bean.
Kata Karyawan Soal Sistem Kerja 996
Foto: GettyImages
|
Publikasi South China Morning Post berhasil mewawancarai beberapa software engineer dan programer yang semuanya mengaku tidak bisa berkonsentrasi penuh selama 12 jam. Mereka juga hanya mau berbicara secara anonim karena tidak ingin diketahui oleh tempat kerja mereka.
"Jam paling produktif saya adalah dari jam 4 sore hingga 8 malam ketika saya bisa benar-benar fokus untuk coding," kata engineer yang bekerja untuk penyedia layanan cloud, seperti dikutip detikINET dari South China Morning Post.
"Banyak waktu saya sebelum jam 4 sore yang dihabiskan untuk komunikasi dengan kolega lain. Saya baru bisa lebih fokus ketika mereka sudah pergi," sambungnya.
Sedangkan dua engineer Baidu mengatakan perusahaan tak menetapkan aturan itu. Tapi, mereka lembur karena tekanan lingkungan kerja. "Meninggalkan kantor pukul 18.00 itu dihitung sebagai pulang cepat," kata salah satu engineer.
Salah satu pegawai Bytedance yang merupakan perusahaan induk TikTok mengatakan ketika harus bekerja 12 jam sehari ia malah lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton video, belanja online bahkan tidur siang.
Tidak produktifnya sistem kerja hingga belasan jam ini juga menjadi salah satu poin yang mendorong dibentuknya gerakan 'Anti 996 License' di Github oleh pengacara Katt Gu dan CEO Dimension, Suji Yan.
Ini merupakan salah satu gerakan protes terhadap sistem 996, setelah beberapa karyawan teknologi China mengeluhkannya melalui platform GitHub dengan proyek bernama 996.ICU.
Gerakan ini melarang perusahaan yang menerapkan sistem 996 untuk menggunakan open source software milik proyek ini. Mereka juga memiliki daftar blacklist yang mencakup 104 perusahaan yang meminta karyawannya untuk lembur tanpa pesangon.
"Protes ini telah menjadi titik balik untuk sektor teknologi China dan mengubahnya dari industri yang padat karya menjadi bisnis yang didorong oleh inovasi dan kreasi," kata Yan dalam sebuah wawancara. "Bekerja berjam-jam bukan merupakan keunggulan kompetitif bagi perusahaan teknologi China. Itu juga tidak produktif," pungkasnya.
Bos JD.com Tak Suka Karyawan Malas
Foto: South China Morning Post
|
"JD dalam empat, lima tahun terakhir belum melakukan pengurangan karyawan, jadi jumlah staf tumbuh sangat pesat, jumlah orang yang memberi perintah berkembang, sedangkan mereka yang bekerja malah berkurang," tulis Liu seperti dikutip detikINET dari Reuters, Minggu (14/4/2019).
"Malah, jumlah karyawan yang pemalas telah berkembang pesat. Jika ini terus berlanjut, JD tidak akan punya harapan! Pemalas bukan saudara saya!" sambungnya.
Liu menambahkan bahwa perusahaannya memang tidak menerapkan sistem 996 atau bahkan sistem 995. Tapi ia menuntut setiap pegawainya untuk terus bekerja hingga mencapai batas kemampuannya.
Liu mencontohkan saat baru saja mendirikan JD.com tahun 1998, ia selalu menyetel alarm untuk membangunkan setiap dua jam sekali agar bisa memberi layanan bantuan 24 jam pada pelanggan. Menurutnya, metode kerja yang ia lakukan tersebut merupakan sesuatu yang krusial dalam mendorong kesuksesan perusahaannya.
Juru bicara JD.com pun mengakui keaslianpostingan Liu tersebut. Mereka mengatakan bahwa kerja keras memang merupakan bagian dari budaya perusahaan.
"JD.com adalah tempat kerja kompetitif yang menghargai inisiatif dan kerja keras, yang konsisten dengan akar kewirausahaan kami," kata juru bicara JD.com. "Kami akan kembali ke akar-akar itu saat kami mencari, mengembangkan dan menghargai staf yang memiliki rasa lapar dan nilai yang sama," sambungnya.
Kritik ini juga datang tidak lama setelah beredarnya rumor perusahaan e-commerce ini akan melakukan PHK massal hingga 8% dari seluruh tenaga kerja.
Tiga sumber dari perusahaan yang ditemui Reuters mengatakan bahwa JD.com mulai merumahkan karyawannya pada awal tahun dan beberapa minggu terakhir ini jumlah karyawan yang di-PHK semakin banyak.
Sistem 996 Agar Perusahaan Survive
Foto: Gettyimages
|
"Kerja lembur adalah sesuatu yang biasa di banyak perusahaan internet. Jika kita tidak bekerja lebih banyak, kita akan tertinggal," kata seorang pendiri startup game mobile di Shenzen yang dikutip detikINET dari Tech Crunch.
"Debat terkini soal 996 memperlihatkan kompetisi intens di industri teknologi China. Untuk survive, startup dan perusahaan besar tidak punya pilihan selain bekerja sangat keras. Beberapa entrepreneur bahkan kerja sampai 100 jam per minggu," sebut Jake Xie, Vice President China Growth Capital.
Begitulah, mindset banyak perusahaan teknologi China adalah kerja keras akan sebanding dengan kesuksesan walaupun belum tentu benar. Startup Youzan dan perusahaan solusi e commerce Shopify misalnya, secara terang-terangan meminta pegawai bekerja dengan sistem 996.
Tak heran pula jika Jack Ma, pendiri Alibaba, dan Richard Liu, pendiri JD.com menyuarakan persetujuan bahwa karyawan harus bekerja keras demi meraih keberhasilan.
"Tak ada perusahaan yang harus atau dapat mewajibkan bekerja 996. Tapi anak muda harus memahami bahwa kebahagiaan datang dari kerja keras. Aku tidak membela 996, tapi aku menghormati para pekerja keras," tandas Ma.
Di sisi lain, para pegawai pun ternyata sebagian maklum dengan sistem semacam itu. "Ada keyakinan lebih banyak kerja lebih banyak belajar. Saya pikir sebagian orang memang ingin kerja lebih banyak dan persentasenya lebih tinggi di umur 22 sampai 30 tahun," kata seorang eksekutif yang tak mau disebut namanya.
"Beberapa orang di tim saya mengungkapkan pada kami bahwa mereka tidak bisa tumbuh secepat teman mereka yang kerja di perusahaan yang mempraktekkan 996," tambah dia.
Namun demikian dari sisi kritikan, tidak berarti kerja lebih panjang menghasilkan kesuksesan. Kegagalan perusahaan yang menerapkannya pun tidak sedikit. Belum lagi dampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental karyawan tak dapat dipandang remeh.
"Banyak perusahaan menerapkan 996 tapi tidak sukses. Tidak ada bukti cukup yang menunjukkan pertumbuhan perusahaan berhubungan dengan 996. Apa yang harus dievaluasi oleh bos adalah produktivitas, bukan jumlah jam," sebut seorang developer software di Shanghai.
Jikalaupun bekerja memang harus panjang karena sudah jadi semacam budaya di China, setidaknya karyawan mendapat kompensasi memadai. "Sepertinya hampir semua startup di China kurang perhatian soal keamanan sosial atau pendanaan rumah karyawan, terutama ketika masih berusia muda," ujar Benjamin Qiu, pakar hukum di Loeb & Loeb LLP