Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
M-commerce Jadi Strategi untuk Mengincar Kota Kecil

M-commerce Jadi Strategi untuk Mengincar Kota Kecil


Yudhianto - detikInet

Foto: Irna Prihandini/detikInet
Jakarta - Belum meratanya infrastruktur telekomunikasi di Indonesia menyimpan tantangan tersendiri bagi perkembangan e-commerce di Indonesia. Namun pemanfaatan ponsel lewat strategi mobile commerce (m-commerce) diyakini bisa mengatasinya.

McKinsey and Co., sebuah perusahaan riset pasar global dalam laporannya mengungkap kalau Indonesia merupakan salah satu pasar e-commerce yang bertumbuh paling pesat di dunia. Pada 2025, setidaknya Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan bertambah sekitar 2.000 triliun rupiah (150 miliar dolar AS) dari sektor ekonomi digital.

Banyak perusahaan e-commerce besar mengambil acuan dari pasar e-commerce yang lebih besar seperti Tiongkok dan India sebagai blueprint untuk membuat pasar Indonesia bertumbuh lebih cepat. Cara ini dikenal oleh investor dan stakeholder sebagai teori 'time capsule'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai informasi, e-commerce telah mewakili lebih dari 10 persen keseluruhan ritel di Tiongkok. Indonesia sendiri hanya dalam beberapa tahun telah menunjukkan situasi pasar yang serupa dengan adanya pergeseran paradigma yang ditimbulkan oleh tren e-shopping.

Saat ini, Indonesia merupakan pasar terbesar dan terpenting di Asia Tenggara, dan para ahli memprediksi bahwa online shopping akan menyumbangkan 7-8 persen pasar ritel lokal pada tahun 2020.

Penjualan Terpusat dan M-commerce

Penjualan total ritel di Tiongkok pada 2015 mencapai USD 4.227 triliun. Berdasarkan eMarketer, sebesar USD 634 miliar dari angka tersebut diwakili oleh penjualan e-commerce. Salah satu hal menarik dari Tiongkok ialah fakta bahwa transaksi pembelian oleh konsumen melalui telepon genggam dan tablet mencapai angka 22 persen. Angka tersebut diproyeksikan akan mencapai 28 persen pada tahun 2019.

Secara esensial, hal ini menunjukkan bahwa Tiongkok merupakan pasar yang luar biasa besar untuk transaksi pembelian melalui telepon genggam dan tablet, dengan kata lain potensi besar untuk usaha m-commerce.

Mengacu pada informasi tersebut, ada kesamaan sifat pasar yang dimiliki Indonesia dan Tiongkok. Indonesia terus menjadi pasar mobile first terhadap aplikasi dan layanan online. Indonesia juga diprediksi siap untuk menjadi pasar smartphone terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2018.

Bagi kebanyakan penduduk di Indonesia, terutama mereka yang berada di kota-kota kecil dan wilayah pelosok, biasanya pilihan berbelanja mereka ialah membeli produk di kota terdekat, berbelanja secara online atau tidak berbelanja sama sekali.

Biasanya daerah-daerah tersebut cenderung memiliki akses internet broadband yang kurang mumpuni, namun tetap memiliki akses internet mobile, sehingga masih memungkinkan melakukan pembelian secara online melalui telepon genggam dan tablet. Situasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk membangun tren m-commerce seperti yang telah terjadi di Tiongkok.

Kemiripan lain antara Tiongkok dan Indonesia terletak pada fakta bahwa pasar e-commerce di kedua negara cukup tersentralisasi. Tidak seperti pasar e-commerce di negara-negara barat yang memiliki karakteristik dengan kebanyakan retailer mengoperasikan e-store secara independen, di Tiongkok kebanyakan retailer mengoperasikan lapaknya di Tmall milik Alibaba.

Dinamika yang sama terdapat di Indonesia pula, di mana marketplace consumer-to-consumer (C2C) terus tumbuh dengan kondisi yang sehat, dan brand-brand baru baik kecil maupun besar terus bergabung dengan platform marketplace, seperti salah satunya adalah Lazada Indonesia.

Beberapa Perbedaan Penting

Walaupun Lazada menjadikan Tiongkok sebagai barometer pasar e-commerce ideal untuk Indonesia, Lazada juga menyadari bahwa pasar Indonesia memiliki tantangan tersendiri dibanding dengan pasar Tiongkok.

Di Indonesia, e-payment belum banyak digunakan dan belum ada pemain besar yang mendominasi, walaupun terdapat banyak perusahaan dan bank-bank besar yang meluncurkan e-wallet di seluruh area nusantara dengan versinya masing-masing. Mayoritas populasi Indonesia juga masih belum memiliki rekening bank sehingga penggunaan kartu kredit sebagai sarana utama pembayaran untuk e-commerce belum maksimal.

Alhasil, pengembang e-commerce di Indonesia masih harus terus menawarkan berbagai alternatif metode pembayaran, termasuk fasilitas bayar di tempat (cash-on-delivery/COD) dan transfer bank, mungkin sampai beberapa tahun ke depan.

Salah satu rintangan terbesar yang harus dihadapi adalah peningkatan edukasi terhadap para pengguna e-commerce di Indonesia. Pada Februari 2017, Lazada telah membawa 33 seller pilihan yang bergabung dalam marketplace Lazada dari berbagai negara di Asia Tenggara ke kantor pusat Alibaba di Hangzhou, Tiongkok, untuk mempelajari strategi terbaik terkait penjualan online.

Selama kunjungan tersebut, seller Lazada berkesempatan untuk berbincang dengan para eksekutif Alibaba dan mendapatkan insights seputar e-commerce. Mereka juga mengikuti sesi pelatihan, strategi kampanye, serta perencanaan produk dari Universitas Taobao milik Alibaba.

M-commerce Jadi Strategi untuk Mengincar Kota KecilFoto: lazada
Para partisipan merupakan seller yang mengambil bagian dalam kampanye Online Revolution Lazada 2016. Selama periode Online Revolution tersebut, mereka mampu meningkatkan angka penjualan hingga lebih dari 200 persen. Hal ini diharapkan dapat memotifasi lebih banyak seller untuk mengembangkan usahanya melalui e-commerce marketplace.

"Kami senantiasa mengembangkan potensi seller kami dan membekali mereka dengan berbagai perangkat untuk mendukung kesuksesan mereka. Salah satunya melalui kunjungan perdana ke Hangzhou beberapa waktu lalu, kami memastikan bahwa seluruh rangkaian kunjungan mendukung seller kami untuk mendapatkan informasi dan belajar dari kesuksesan seller lain, dan juga mendapat masukan untuk membantu mereka mengembangkan bisnis mereka di masa depan, " kata Florian , Co-CEO Lazada Indonesia.

Indonesia sendiri disebut tengah berada dalam era kebangkitan e-commerce seperti yang telah dicapai Tiongkok belum lama ini. Namun demikian, Lazada percaya bahwa mengaplikasikan pendekatan 'time capsule' di Indonesia juga bisa membuahkan hasil, dengan sejumlah adaptasi lokal untuk mengatasi berbagai tantangan unik yang muncul dari ruang lingkup lokal.

(yud/yud)
TAGS







Hide Ads