Langkah ini diambil Kalanick menyusul protes publik yang menilai Uber pro kebijakan Trump. Puncaknya adalah ketika terjadi boikot layanan Uber. Hashtag #DeleteUber menggema, sebagai respons pengguna karena menganggap Uber mendukung Trump membatasi akses masuk warga dari tujuh negara Muslim.
"Hari ini saya berbicara dengan Presiden mengenai perintah eksekutif terkait imigrasi dan permasalahannya bagi komunitas kami," kata Kalanick mengonfirmasi pengunduran dirinya dari jajaran penasihat Trump, seperti dilaporkan oleh New York Times, Jumat (3/2/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak internal Uber sendiri tak rela perusahaannya dikaitkan dekat dengan Trump, apalagi sampai dianggap pro terhadap semua kebijakannya. Beberapa waktu lalu, beredar bocoran email dari salah satu petinggi Uber yang isinya menghujat Trump.
Chief Technology Officer Thuan Pham menyebut Trump sangat memalukan dan mengaku tak menerima pria kontroversial itu sebagai pemimpinnya. Menurutnya, Pilpres AS yang memenangkan Trump adalah sebuah kemunduran besar.
Pernyataan tersebut mengemuka, tak lama setelah Kalanick diangkat menjadi salah satu dari 19 eksekutif yang menjadi penasihat Trump. Dalam jajaran tersebut, ada juga CEO Tesla Elon Musk dan CEO Disney Bob Iger.
Terpilihnya Uber sebagai salah satu perusahaan yang berhubungan dengan administratif pemerintahan Trump langsung menjadi headline di berbagai media di AS dan menuai suara sumbang. Sekelompok pendemo bahkan mendatangi kantor pusat Uber di San Francisco, mencela 'kolaborasi' Uber dengan Trump.
(rns/yud)