Pasalnya, internet adalah penopang yang memungkinkan mereka punya peran besar untuk berbicara sesuatu hingga didengar di seluruh dunia. Tidak selalu mutlak perlu saluran media massa kovensional namun cukup berbasis jaringan TIK.
Menurut Syarif Maulana, Ketua Panitia 2nd International Conference on Transformation in Communication/ICOTIC 2016 dari Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi Bisnis Telkom University (Ikom TelU), prediksi internet sebagai konektor semua simpul sudah ada sejak tahun 1962.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Abad ke-21 sudah layaknya sebuah desa. Setiap penduduknya merasa berdekatan satu sama lain dan segala informasi yang diterima cepat menyebar secara serentak. Berkat internet, dunia sekarang menjadi kian globalized dan interconnected," katanya di Bandung, Selasa (22/11/2016).
Nah untuk membahasnya hal itu, kegiatan 2nd International Conference on Transformation in Communication/ICOTIC 2016 akan dihelat Rabu dan Kamis, 23-24 November 2016 di Hotel Novotel, Jl Cihampelas No.23, Kota Bandung, mulai jam 09.00 pagi. Ilmu Komunikasi TelU didukung para mitra antara lain PT Telkom, PT Telkomsel, PT Pupuk Indonesia, PT Biofarma, dan PT Erlangga.
Tampil sebagai pembicara direncanakan, antara lain, Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informasi RI), Terry Flew (Professor dari Queensland University of Technology), Setiawan Sabana (Profesor dari Institut Teknologi Bandung), dan Loes Witteveen (Akademisi dari Van Hall Larenstein University).
Selanjutnya, Norsiah Abdul Hamid (Akademisi dari Universiti Utara Malaysia), Ade Irma Susanty (Akademisi dari Telkom University), Tirta Segara (Direktur Komunikasi Bank Indonesia), Agung Laksamana (Ketua Perhumas Pusat), dan Danrivanto Budhijanto (Staf Ahli Menkominfo)
Setelah sukses penyelenggaraan tahun lalu di artefak ikonik Kota Bandung, Gedung Merdeka, maka acara tahun ini bertemakan,"The role of communication in digital era: Developing the synergy between creative individual, industry, and society."
Afilisiasi pendidikan yang turut menyokong kegiatan ini antara lain Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi, Universiti Utara Malaysia, Binus University, dan Universitas Udayana, Bali.
Syarif melanjutkan, tantangan berikutnya adalah bagaimana agar komunitas yang luar biasa banyak tersebut dapat terhubung secara kuat, menciptakan suatu energi produktif-aktif, dan terutama sekali dapat menolong satu sama lain.
"Jika kita tidak segera menyelesaikan persoalan mendesak ini, maka komunitas-komunitas yang bertebaran itu hanya akan memeriahkan dunia, tapi sebenarnya tidak merubah apa-apa. Pergerakan independen hanya berdampak signifikan jika disinergikan dengan berbagai unsur lain, seperti teknologi informasi, kebijakan makro ekonomi, industri, pendidikan tinggi, dan masyarakat itu sendiri," katanya.
Dia mencontohkan di Bandung, ada sejumlah komunitas menarik seperti mainan tradisional, merajut, sepeda ontel, menulis kreatif, film pendek, mendongeng, hingga filsafat. Atas "kebisingan" tersebut, sudah semestinya ada jembatan agar masing-masing yang tampil tersebut dapat bersinergi satu sama lain.
Ikom Telu memproyeksikan 2nd ICOTIC 2016 menjadi wahana pemikiran utama dalam memberi kesadaran bagi akademisi tentang pemanfaatan lebih luas teknologi informasi sehingga dapat mengomunikasikan berbagai pihak guna bersinergi.
Tujuan lainnya adalah memberi kesadaran para praktisi untuk bersinergi individu ataupun komunitas kreatif sebagai cara memajukan kepentingannya tanpa menghilangkan kreativitas individu/komunitas. Serta memberi kesadaran bagi pejabat publik untuk lebih memfasilitasi kesinergian antara individu β komunitas kreatif, industri, dan masyarakat umum.
"Terakhir, melalui 2nd ICOTIC 2016 ini, kami di Ikom TelU ingin memberi kesadaran individu dan komunitas kreatif agar aktif bersinergi dengan berbagai pihak sebagai cara mengembangkan kreativitas itu sendiri, sekaligus demi kepentingan khalayak lebih luas," katanya. (fyk/fyk)











































