Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Menyoal Potret Internet Indonesia Versi APJII

Menyoal Potret Internet Indonesia Versi APJII


Ardhi Suryadhi - detikInet

Foto: detikINET/Rachmatunnisa
Jakarta - Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) baru saja merilis hasil riset adopsi internet Indonesia untuk tahun 2016. Namun ada hal mengganjal dari riset tersebut.

Menurut Irine Gayatri, peneliti dari Puslit Politik LIPI, salah satu sorotan adalah soal data dasar yang digunakan serta minimnya informasi soal metodologi serta pemilihan sampel yang dipakai dalam riset tersebut.

"Saya coba baca sekilas slidenya, tapi ada yang sedikit membingungkan. Contohnya soal demografis di slide keempat tentang statistik pekerjaan pengguna internet. PNS ditulis 14,9 juta, padahal angkanya di bawah 5 juta. Juga dengan mahasiswa, sepertinya kurang dari 18 juta. TNI/Polri jelas jauh dari 2 juta, dst," papar Irine saat berbincang dengan detikINET.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Isu ini tak dianalisis Irine sendiri, ia juga coba mendiskusikannya dengan Wawan Ichwanuddin selaku peneliti Puslit Politik LIPI yang saat ini sedang menempuh S3 di ANU dan juga pernah menjadi koordinator tim survei dalam riset Puslit Politik LIPI.

Potret Internet Indonesia Versi APJIIPotret Internet Indonesia Versi APJII


Irine menegaskan penilaiannya ini bukan bermaksud menyerang tetapi sekadar masukan. Dan ini didasarkan dari laporan riset APJII yang diumumkan Senin (25/10/2016).

Sementara terkait metodologi, Irine menyebut umumnya dilakukan melalui survei dan ada sampling maka metodologinya kuantitatif. Kemudian dibuat kategorisasi tentang wilayah-wilayah yang akan disurvei, kategorisasi individu atau RT/rumah tangga, kategorisasi parameter 'gap' dan lainnya.

"Atau apakah survei ini bikin sampel terhadap populasi yang dijadikan informan? Apakah multistage random sampling? Ini kalau jumlah responden minimal 400 orang misalnya dengan margin error kurang lebih 5% dan tingkat trust 95% dan pensurvei melakukan tatap muka lalu ada proses kendali mutu dengan spot cek, validasi data dari data lapangan dibandingkan dengan data BPS di level terkait misalnya, itu baru fase satu," jelas Irine, panjang lebar.

Jadi tergantung kebutuhan APJII bisa dilakukan ambil sample lagi di tahap unit wilayah yang lebih kecil. Misalnya kebutuhan APJII gambarannya bisa diambil dengan survei nasional dan/atau survei provinsi/kabupaten atau kota.

Maka dari itu, metodologi dan pengambilan sampel dalam suatu riset itu sangat penting. Sebab otomatis jika metodologi dan sampel yang dipakai salah maka akan berpengaruh ke hasil risetnya.

"Tapi apapun metodenya data dasar yang menunjukkan jumlah populasi berdasarkan profesi (misalnya: TNI/ PNS/ mahasiswa) itu penting maka harus tepat," lanjut Irine.

Metodologinya sendiri bisa multistage atau purposive random sampling. Dimana purposive biasanya kalau survei skala kecil/populasi yang mau diambil samplenya sedikit.

Sementara terkait jika data dasar yang digunakan keliry, Irine menilai pengaruhnya sebetulnya adalah pembaca tak dapat gambaran yang benar tentang fenomena yang dipaparkan sebagai hasil survei.

Padahal survei adalah teknik pencarian data dengan metodologi kuantitatif untuk menangkap fenomena secara empirik dengan teknik atau metode sampling baik multistage atau purposive. "Kan besar banget beda 14 juta sama 4 juta?" tegasnya.

Dan itu bisa mempengaruhi interpretasi pada data dasar yang diolah tadi misalnya untuk menyajikan temuan tentang perilaku pengguna.

"Maka itu perlu ada sub bahasan tentang metodologi dan bagaimana proses analisis data. Itu presentase-presentase dihasilkan dari mana? Sehingga menghasilkan kesimpulan seperti paparan di halaman 5 dan seterusnya," ungkap Irine.

"Kalau menurutku APJII sebaiknya melampirkan atau menjelaskan saja di awal apa metodologinya, lalu teknik sampling, berapa responden/ karakteristik populasinya, di mana saja, apa isi daftar pertanyaannya sehingga hasil survei di paparan perilaku internet lebih jelas dan data dasar yang dipakai jelas sumbernya," pungkasnya.

Riset APJII

Sebelumnya, berdasarkan hasil survei internet 2016 yang dilakukan APJII disebutkan total pengguna internet Indonesia telah mencapai 132,7 juta.

"Naik 51,8% dari tahun 2014," kata Jamalul Izza, Ketua Umum APJII saat mengumumkan hasil survei di The Hook Cafe, Jakarta, Senin (24/10/2016).

Peningkatan tersebut didorong sejumlah faktor. Pertama, infrastruktur yang meningkat dan merata. Kedua, ketersediaan perangkat mobile kian banyak dan terjangkau.

APJII berkolaborasi dengan Lembaga Polling Indonesia (LPI) untuk menggarap riset ini. Proses survei dilakukan melalui tatap muka dengan metode multistep random sampling, dimana artinya dilakukan secara bertahap.

Survei pertama melihat penetrasi pada 1.250 sampel. Periodenya dari 1-11 Juni 2016. Hasil survei ini kemudian dipakai untuk kerangka pada proses selanjutnya.

Adapun survei berikutnya melihat perilaku pengguna. Pengambilan sampelnya secara random pada 2.000 yang disesuaikan dengan persentasi jumlah penduduk di suatu daerah.

"Jadi kalau provinsi di Jawa, kebetulan populasinya besar, jadi sampai yang diambil lebih banyak. Berbeda dengan daerah di Kalimantan atau Maluku," jelas Yonda Nurtakwa, Analis LPI.

Sementara terkait data dasar (PNS, mahasiswa, dll) yang menjadi sorotan, Ketua APJII Jamalul Izza mengaku akan mengkonfirmasinya terlebih dahulu ke pihak LPI.

"Ini sedang kita buka datanya dulu. Besok (Rabu) mau dibahas dengan tim surveinya," tandasnya. (ash/rou)







Hide Ads