Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Brexit Dongkrak Pencarian 'Poundsterling'

Brexit Dongkrak Pencarian 'Poundsterling'


Rachmatunnisa - detikInet

Foto: Ilustrasi (detikINET/Rachmatunnisa)
Jakarta - Pencarian Google untuk mata uang Inggris 'poundsterling' melonjak signifikan, menyusul derasnya pemberitaan mengenai referendum di negara tersebut.

Isu British Exit atau Brexit memberi sentimen negatif pada nilai mata uang, terutama Poundsterling dan Euro. Poundsterling jatuh 9% ke level USS 1,355. Jatuhnya lebih dari 15 sen, koreksi terdalam yang pernah dialami Poundsterling dalam 30 tahun terakhir.

Sementara Euro, anjlok 2,8% akibat sentimen Brexit. Koreksi yang dialami dua mata uang ini bahkan lebih parah dari yang terjadi saat krisis finansial global 2007-2008 lalu. Waktu itu, Pound dan Euro paling banyak hanya bergerak 3 sen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nilai Poundsterling Inggris merosot tak lama setelah media-media besar asal di Inggris menyimpulkan, negeri Ratu Elizabeth tersebut meninggalkan Uni Eropa.

Situasi politik ini pun mendorong netizen mencari tahu apa yang terjadi dengan Poundsterling dan mata uang negara masing-masing. Dikutip dari The Independent, Jumat (24/6/2016), 'buy gold' atau 'beli emas' menjadi pencaian terpopuler lainnya setelah 'pound sterling'. Google mencatat, pencarian 'buy gold' naik 500% sejak pemberitaan hasil sementara referendum merebak.

Pemungutan suara telah selesai digelar di 380 wilayah yang ada di seluruh Inggris, Wales dan Skotlandia. Ditambah dua wilayah yang ada di Irlandia Utara dan juga Gibraltar yang terletak di pantai selatan Spanyol. Dengan demikian, total ada 382 area pemungutan suara, yang masing-masing mengumumkan hasilnya secara bertahap.

Saat ini, penghitungan suara hasil referendum Brexit masih dilakukan. Dalam 4 jam penghitungan, sementara unggul para pemilih yang mendukung Inggris keluar dari Uni Eropa. Media-media seperti BBC, SkyNews, dan ITV News telah menyimpulkan bahwa mayoritas warga Inggris memilih keluar dari Uni Eropa.

Sedikit kilas balik mengenai Inggris, negara kerajaan ini bergabung dengan Uni Eropa sejak 1973. Pada praktiknya, banyak yang merasakan Uni Eropa tidak bermanfaat banyak bagi Inggris. Sebaliknya, Uni Eropa dianggap membebani Inggris.

Referendum semacam ini pernah digelar pada 1975 dan hasilnya memutuskan Inggris tetap di Uni Eropa. Digelarnya referendum tahun ini adalah janji Perdana Menteri David Cameron saat dia memenangi pemilu tahun lalu. (rns/ash)
TAGS







Hide Ads