Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Viada Hafid yang menjadi pimpinan rapat sore ini berpendapat, desakan yang disampaikan oleh Sekjen Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Muhammad Jafar Hafsah, tidak tepat jika hanya gara-gara dianggap ikut menyebarkan konten pornografi.
"Yang harusnya diblokir itu kontennya, bukan situsnya. Kita tidak bisa main asal blokir, kita bukan negara China. Daripada blokir Google atau YouTube, lebih baik kita galakkan edukasi internet sehat," kata Meutya, Rabu (8/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teknologi maju sedemikian cepat tanpa diiringi pendidikan internet sehat, literasinya sangat minim. Negara harusnya tak boleh buka keran teknologi selebar-lebarnya tanpa diiringi edukasi.
Dan untuk menyaring dan mengawasi kontennya, kita harus punya banyak polisi cyber. Yang sekarang sudah ada belum cukup karena kita punya penduduk 240 juta jiwa," lanjut Meutya.
Lebih lanjut dijelaskan olehnya, polisi cyber ini nantinya bisa untuk mengawasi konten-konten yang melanggar perundang-undangan, pornografi, dan konten negatif lainnya.
Ia juga mengakui bahwa saat ini Kominfo memang sudah mengadakan pengawasan terhadap konten negatif. Hanya saja masih kurang optimal.
"Negara-negara lain sudah punya polisi cyber, seperti Amerika Serikat, Singapura, dan Australia, bisa dibilang hampir semua negara. Sekarang di Kepolisian ada polisi cyber, Kominfo juga ada. Tapi saran saya harus diperbanyak dan fokus. Negara harus punya polisi cyber yang mengawasi kejahatan di dunia maya," tegasnya.
Sementara Menkominfo Rudiantara menegaskan, pihaknya terus aktif melalukan pemblokiran konten ilegal di internet, dan bukan hanya di Google dan YouTube saja.
"Sampai saat ini kami sudah memblokir 754.000 konten pornografi dari 766.000 konten ilegal. Artinya 95% didominasi konten porno," terangnya. (rou/ash)