Spotify Tunduk Aturan, Tapi Belum Siap Buka Kantor
Hide Ads

Spotify Tunduk Aturan, Tapi Belum Siap Buka Kantor

Adi Fida Rahman - detikInet
Kamis, 31 Mar 2016 09:19 WIB
Spotify Tunduk Aturan, Tapi Belum Siap Buka Kantor
Foto: detikINET/Irna Prihandini
Jakarta - Layanan streaming musik Spotify mengaku siap mengikuti aturan pemerintah terkait aplikasi Over The Top (OTT). Hanya saja saat ini belum ada rencana untuk membuka kantornya di Indonesia dalam waktu dekat.

"Kami berusaha mengikuti aturan tiap negara di mana layanan kami hadir. Saat ini belum ada rencana untuk membuka kantor di sini. Tapi kami telah bekerjasama dengan operator telko, perusahaan label dan distributor musik di Indonesia," papar Managing Director Spotify Asia Sunita Kaur saat berbincang dengan detikINET di Jakarta.

Namun Kaur memastikan bila mana pemerintah Indonesia mengharuskan untuk membuka kantor, pihaknya akan siap mengikuti aturan yang ditetapkan. Begitu pula soal pajak, ia memastikan Spotify akan memenuhi kewajiban tersebut

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk saat ini seluruh operasional masih di Singapura. Tapi kami turut merekrut orang Indonesia untuk mengerjakan konten sehingga sesuai dengan cita rasa pengguna di sini," kata wanita berdarah India ini.

Seperti diketahui pemerintah sudah mengodok aturan mengenai kewajiban layanan OTT asing untuk membuka kantor dan menjadi Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Dalam beberapa hari kedepan, aturan tersebut akan mulai dilakukan uji publik.

Dibuatnya aturan ini sendiri salah satunya menjadi bagian dari pelayanan terhadap pengguna dan pelanggan. Sehingga mereka akan mudah mengajukan komplain jika terjadi sesuatu. Pertimbangan lain untuk perlindungan konsumen, terutama soal data personal milik pengguna.

"Harus ada consumer protection. Nanti akan dibuat aturannya, kalau gak ini repot kita. Jadi fungsinya lengkap. Atau mereka kerjasama dengan operator, jadi kalau saya komplain sebagai konsumen itu jelas, kepada operator. Sekarang kan bingung," jelas Menkominfo Rudiantara beberapa waktu lalu.

Tak kalah penting, keharusan menjadi BUT bagi perusahaan-perusahaan ini adalah untuk membuat taat aturan pajak di Indonesia. Pasalnya saat ini belanja iklan dari Indonesia baik perorangan maupun korporasi nilainya adalah USD 830 juta di tahun 2015. Transaksi belanja iklan sebagian besar menggunakan kartu kredit, sehingga pajaknya lari ke luar negeri.

"Kalau PPn-nya saja 10% berapa? Itu baru kita bicara PPn, belum lagi pakai PPh nanti. Nanti kalau sudah BUT, kita buatkan aturannya, mereka bayarnya pakai rupiah. Itu berlaku untuk semua OTT atau kita gunakan aplikasi yang di-run dari internasional," jelas menteri yang akrab disapa Chief RA ini.

(afr/rou)
Berita Terkait