Meskipun harus berdarah-darah dulu membesarkan pasar dengan biaya subsidi dan marketing yang besar, menurut Grab, bukan berarti pihaknya sampai harus menjual data pelanggan demi menutupi pengeluaran.
"Kami tidak jual database pelanggan. Bukan itu cara kami meraup revenue. Kami lebih memilih fokus meningkatkan kenyamanan pelanggan," tegas Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata di Restoran Seribu Rasa, Jakarta, Rabu (2/3/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, data personal itu yang akhirnya -- entah bocor atau memang sengaja dijual oleh oknum -- kerap dimanfaatkan bagi para pengiklan atau lembaga-lembaga tertentu untuk mencari keuntungan.
Alhasil, para penyedia layanan berbasis internet pun kerap dituding mengambil celah ekonomi dengan memonetisasi basis data penggunanya. Strategi itu tak disepakati oleh aplikasi layanan ridesharing seperti Grab.
Ridzki sendiri mengakui bahwa cara meraup keuntungan dengan mengandalkan basis data adalah salah satu yang paling menggiurkan. Namun Grab, seperti ditegaskan olehnya, sudah memegang komitmen yang jelas tentang masalah privasi.
"Dalam waktu dekat kami akan meluncurkan fitur keamanan baru yang bakal memperkuat kerahasiaan data pengguna. Tapi belum bisa saya sampaikan sekarang, tunggu saja dalam waktu dekat ini," kata Ridzki.
Country Head of Marketing Grab Indonesia Kiki Rizki juga ikut memberikan gambaran, fitur baru tentang privasi itu nantinya akan membuat nomor pengemudi dan pengguna tersamarkan. Sehingga tak lagi bisa dihubungi selain saat masih menggunakan aplikasi Grab.
Rencana untuk menghadirkan fitur privasi ini sebenarnya telah sempat dikemukakan oleh para petinggi Grab saat ditemui di Singapura, beberapa waktu lalu. Agar pengguna dan pengemudi Grab bisa berkomunikasi tanpa saling tahu nomor ponsel, mereka rencananya akan menggunakan saluran VoIP. (rou/rns)