Asosiasi Pengusaha Teknologi dan Informasi Nasional (Aptiknas) bersama Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo) menilai pengadaan laptop berbasis Chromebook lebih efisien dari sisi biaya awal dibandingkan perangkat berbasis Windows. Hal ini karena sistem operasi dan aplikasi bawaan Chromebook tersedia secara gratis.
Ketua Umum Aptiknas dan Apkomindo, Soegiharto Santoso, mengatakan pemilihan laptop dengan sistem operasi tertentu seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Menurut dia, Chromebook umumnya lebih hemat dalam biaya awal, sementara Windows memiliki keunggulan dalam jangka panjang berkat fleksibilitas aplikasinya.
Di sektor pendidikan, Soegiharto memandang Chromebook cocok digunakan di sekolah dengan kebutuhan standar dan berbasis cloud, terutama mengingat kondisi infrastruktur Indonesia yang sangat beragam. Sementara itu, Windows dinilai lebih relevan untuk kurikulum yang membutuhkan variasi aplikasi, khususnya di sekolah kejuruan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemilihan platform harus disesuaikan kebutuhan dan kondisi masing-masing sekolah," kata Soegiharto dikutip dari pernyataan tertulisnya.
Pengadaan Chromebook justru diperkirakan menghemat keuangan negara hingga Rp 1,2 triliun. Potensi penghematan tersebut bahkan dapat lebih besar jika memperhitungkan biaya perpanjangan langganan perangkat berbasis cloud untuk pengelolaan terpusat.
Mengutip dari berbagai sumber teknologi menyebutkan Google menggratiskan sistem operasi Chromebook. Sementara itu, Microsoft membanderol harga sistem operasinya di kisaran USD 50 hingga USD 100 per pengguna.
Sepanjang 2020-2022, Kemendikbudristek tercatat melakukan pengadaan sekitar 1,2 juta unit laptop berbasis Chromebook. Dengan rata-rata kurs rupiah terhadap dolar AS saat itu sebesar Rp 14.600, harga lisensi Windows berkisar antara Rp 730.000 hingga Rp 1,46 juta per unit laptop.
Dengan asumsi harga perangkat keras laptop tanpa sistem operasi sama, penggunaan Chromebook dinilai menghasilkan penghematan lebih dari Rp 1,2 triliun.
Perhitungan tersebut berasal dari selisih biaya lisensi sistem operasi Windows yang mencapai lebih dari Rp 1 juta per unit laptop.
Selain biaya sistem operasi, penggunaan Windows juga memerlukan biaya perpanjangan aplikasi orisinal, seperti paket Microsoft Office. Sementara itu, aplikasi dasar pada Chromebook, seperti Google Docs, Google Sheets, dan Google Slides, dapat digunakan tanpa biaya perpanjangan, kecuali jika membutuhkan integrasi Google Workspace dengan kapasitas penyimpanan lebih besar.
Untuk pengelolaan perangkat secara terpusat, Chromebook di sektor pendidikan menggunakan Chrome Education Upgrade dengan biaya satu kali sebesar USD 30 per laptop. Adapun perangkat berbasis Windows memerlukan Microsoft Intune for Education yang berbasis langganan, dengan biaya terendah sekitar USD 8 per bulan per pengguna.
Soegiharto menjelaskan, Chrome Education Upgrade hanya membutuhkan pembayaran satu kali, sementara Intune berbasis langganan. Namun, efektivitas masing-masing sistem sangat bergantung pada kompleksitas kebutuhan sekolah.
Menurut dia, faktor lain yang kerap luput dari perhatian publik adalah tingkat kesesuaian sistem operasi dengan aplikasi, serta biaya pelatihan dan adaptasi teknologi bagi guru dan siswa. Chromebook dinilai lebih efisien dari sisi biaya awal, sedangkan Windows menunjukkan keunggulannya dalam jangka panjang.
Dalam konteks pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek, Soegiharto menilai berbagai tantangan telah diantisipasi. Chromebook sejak awal hanya diperuntukkan bagi sekolah yang memiliki akses internet, bukan daerah 3T. Data mencatat sekitar 97 persen Chromebook yang dibagikan ke sekolah telah digunakan.
Selain itu, Kemendikbudristek juga telah menyederhanakan 1.261 aplikasi internal agar saling terintegrasi dan kompatibel, sejalan dengan upaya penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Terkait pelatihan guru, Google disebut mengalokasikan sekitar 30 persen dari biaya lisensi Chrome Device Management untuk pelatihan. Dana tersebut disalurkan langsung oleh Google kepada mitra atau vendor resmi yang ditunjuk, dan tidak masuk ke Kemendikbudristek.
(agt/agt)