Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Laporan dari Dubai
Bisnis IoT Mau Sukses? Ayo Bersatu Tiru Apple!
Laporan dari Dubai

Bisnis IoT Mau Sukses? Ayo Bersatu Tiru Apple!


Achmad Rouzni Noor II - detikInet

Rabih Dabboussi, Managing Director Cisco UAE. (rou/detikINET)
Dubai - Internet of Things (IoT) diakui belum mencapai potensi maksimalnya. Salah satu problemnya adalah standardisasi yang berbeda-beda antar pemain di industri ini. Kalau mau sukses, tak usah malu-malu meniru gaya Apple.

Kesuksesan Apple dalam membangun kerajaan bisnis ternyata ikut menginspirasi para vendor teknologi seperti Cisco, Siemens, Schneider Electric, GE, hingga Ericsson yang ikut serta dalam IoT World Forum 2015 di Dubai, Uni Emirat Arab.

Bahkan, Rabih Dabboussi, Managing Director Cisco UAE, sampai berkali-kali menyebut nama Apple sebagai contoh sukses dalam membangun bisnis handset yang menguntungkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kesuksesan Apple menjual jutaan iPhone dalam beberapa tahun ke belakang tak bisa dipungkiri berkat keberhasilannya membangun ekosistem," kata Dabboussi dalam diskusi bersama media dari Asia Pasifik termasuk detikINET di sela acara IoT tersebut.

Apple sejak awal meluncurkan iPhone, tak cuma memikirkan masalah distribusi penjualan produknya saja. Namun juga telah menyiapkan segalanya dari hulu ke hilir. Mulai dari pilihan pabrik hingga membangun toko aplikasi.

Nah, toko aplikasi atau App Store inilah yang kemudian membuat para penggunanya semakin betah. Semuanya dibangun dan dikontrol oleh Apple, sehingga para iPhone user tak perlu lagi melirik smartphone lain.

Kalaupun ada yang berhasil menggoyang hegemoni Apple tak lain adalah Android. Nah, Android ini bisa sukses karena mereka diadopsi beramai-ramai oleh multi vendor. Kehadiran Android juga untuk mengambil celah bisnis yang tak digarap Apple, misalnya harga handset yang lebih murah.

Hal yang sama juga bisa terjadi di industri IoT. President Smart + Connected Communities, Deputy Chief Globalization Officer Cisco Anil Menon menilai, potensi IoT belum tergarap sepenuhnya.

Dikatakan olehnya, bahwa di tahun 2013, jumlah perangkat yang masih belum terhubung ke internet mencapai 99,25%, namun angka itu turun menjadi 99,07% pada tahun 2014. Kemudian di tahun 2015 ini akan menjadi 98,85%.

Meski demikian, masih kecilnya persentase adopsi perangkat internet itu tak sebanding dengan pendapatan global dari IoT yang justru meningkat lebih dari 18%. Dari USD 655,8 miliar di 2014 menjadi USD 779,9 miliar di akhir 2015 ini.

"Industri IoT tumbuh dua kali lipat dari tahun ke tahun, sementara jumlah koneksi IoT di bidang manufaktur telah tumbuh 204% secara year on year," kata Menon. Padahal, lanjutnya, IoT ini baru saja selesai dari masa inkubasi.

Dari total 12 miliar perangkat yang sudah terhubung ke internet di 2015 ini, Cisco meyakini dalam lima tahun ke depan atau 2020 akan ada 50 miliar perangkat yang bisa terhubung ke internet dan dapat dikendalikan dari jarak jauh.

Namun yang jadi masalah, kata Menon, hingga saat ini belum ada standardisasi baku tentang IoT ini. Dari hal sepele masalah penamaannya saja bisa berbeda-beda. Oleh Cisco, IoT kerap didefinisikan sebagai IoE atau Internet of Everything.

Belum lagi Siemens juga punya istilah sendiri, WoS alias Web of Systems. Padahal sebenarnya, berbeda-beda nama maksud dan tujuannya tetap sama. Namun tanpa adanya standardisasi, laju IoT tentu tak akan sekencang proyeksi.

"Masalah standardisasi ini mengingatkan kita pada kisah Betamax vs VHS. Betamax punya Sony sebenarnya lebih baik, namun karena yang mengadopsi VHS lebih banyak akhirnya dia yang jadi standard. Tak perlu bagus-bagus amat, yang penting standarnya sama," kata dia.

Dengan persamaan standardisasi ini, Menon menilai ekosistem di IoT -- baik dari sisi vendor infrastruktur, vendor perangkat, bahkan pengembang aplikasinya, jadi punya tatanan baku yang jadi patokan untuk berkreasi lebih disruptif lagi.

"Bayangkan apa yang bisa dilakukan IoT jika berhasil menciptakan disruptive innovation. Kalian tahu, siapa penyedia taksi paling besar di dunia, padahal tak punya taksi: Uber. Siapa penyedia hotel paling tenar padahal tak punya hotel: AirBnb. Siapa toko terbesar di dunia padahal tak punya toko: Alibaba. IoT bisa memberikan peluang untuk disruptive innovation seperti itu," kata Dabboussi membayangkan.

(rou/ash)





Hide Ads