Kebetulan, dalam waktu yang sangat berdekatan, saya menonton dua film yang sangat inspiratif. ‘Her’ dan ‘Trancendence’ sudah banyak memberikan renungan bagi penulis akan peran IT di masa depan.
Kedua film tersebut ternyata bukanlah film biasa, karena selalu saja menjadi pikiran saya. Apa saja konsep-konsep kunci yang diperkenalkan? Apa pula signifikansinya bagi masa depan kita?
Alineasi Manusia dari Realita
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Film tersebut menggambarkan dengan sangat jelas, bahwa sebuah sistim operasi dapat mengalineasi manusia dari hubungan percintaan yang sejati.
Ironisnya, alineasi tersebut ini sudah terjadi, walau dalam bentuk berbeda. Adiksi terhadap gadget (nomophobia), media sosial, konsol game, dan online game sudah terjadi secara masif. Namun, apakah alineasi tersebut mencakup hal percintaan juga, hal itu masih harus dilihat lagi.
Manusia menjadi ‘Demi-God’
Film ini adalah yang paling absurd di antara keduanya, karena terasa sekali menggunakan perkembangan IT dan bioteknologi terbaru untuk mengantarkan manusia kepada keabadian.
Tokoh Dr. Will dan Evelyn Caster adalah representasi dari kelompok ilmuwan yang sangat percaya bahwa teknologi akan membawa hari esok yang lebih baik. Namun, Dr. Max Waters adalah ‘Devil Advocate’ yang selalu kritis dengan pemikiran keluarga Caster.
Berhubung idenya terlalu absurd, yaitu manusia menjadi ‘Demi-God’, ada kritikus film yang berpendapat bahwa film ini tidak logis dan memiliki narasi cerita yang buruk.
Bagi kalangan religius, ditransendensikannya manusia menuju keabadian di dunia ini adalah ide yang sangat mengerikan dan terlalu sekuler.
Tidak terlalu mengherankan kalau banyak pihak yang tidak suka dengan film ini. Namun, sebagai hiburan yang mengajak kita merefleksikan arti teknologi, film ini boleh dibilang berhasil membuat penulis selalu terbayang akan setiap scenenya sampai sekarang.
IT Butuh Suara Kritis
Kedua film tersebut terinspirasi oleh aplikasi dari Artificial Intelligence (AI). Tentu saja, berhubung kedua film tersebut fiksi ilmiah, kita tidak akan menemukan AI dapat melakukan hal tersebut di dunia nyata. Aplikasi AI di dunia nyata masih menjadikan kedua film tersebut terasa seperti di awang-awang.
Kismet, robot yang dibuat oleh Massachusets Institute of Technology pada tahun 1990an, baru bisa memiliki kemampuan bersosialisasi yang sangat terbatas.
Robot Autom, pengembangan terbaru dari Kismet, sudah bisa digunakan sebagai konsultan kesehatan, walau kecerdasan sosialnya masih tetap sangat terbatas.
Jadi, menganalogikan kedua film fiksi ilmiah tersebut dengan dunia nyata tentu saja sangatlah berlebihan. Namun, kita tetap saja perlu eling dengan perkembangan IT. Sebagai produk dari manusia dengan konteks sosial tertentu, IT tidaklah ‘bebas nilai’.
Dunia IT membutuhkan tokoh seperti Dr. Max Waters, seorang praktisi IT yang kritis. Dr. Max selalu mengkhawatirkan efek buruk dari IT terhadap kehidupan sosial-masyarakat, dan ia memiliki reasoning yang kuat untuk itu. Tentu saja, Manusia menjadi ‘Demi-God’ mungkin tidak akan terjadi, namun alineasi manusia dari Realita sudah terjadi.
Contohnya, mengatasi kecanduan internet dan nomophobia sudah menjadi praktek sehari-hari bagi para praktisi psikologi klinis. Belum lagi kasus kriminal dan ancaman terorisme yang terjadi melalui media sosial.
Di sini, kita perhatikan bahwa menyerahkan perkembangan IT semata hanya kepada ‘fundamentalisme pasar’ jelas tidak bijak. Kemanusiaan tidak dapat direduksi menjadi entitas tanpa etika dan moral.
Oleh karena itu, perlu suatu tuntunan yang baik dalam menghadapi kemajuan IT yang seakan tanpa batas. Dalam lingkup yang paling mikro, di sini pentingnya peran orang tua dalam membimbing anak-anaknya, supaya menjadi insan yang mampu mengoptimalisasi IT, tanpa harus teralineasi dari dunia nyata. Anak-cucu kita adalah masa depan kita, sehingga sangat penting membekali mereka dengan nilai-nilai kemanusiaan.
![]() | Tentang Penulis: Dr.rer.nat Arli Aditya Parikesit adalah alumni program Phd Bioinformatika dari Universitas Leipzig, Jerman; Peneliti di Departemen Kimia UI; Managing Editor Netsains.com; dan mantan Koordinator Media/Publikasi PCI NU Jerman. Ia bisa dihubungi melalui akun @arli_par di twitter, https://www.facebook.com/arli.parikesit di facebook, dan www.gplus.to/arli di google+. |
