Nasib Smartphone Lokal di Tengah Serbuan HP Baru
Hide Ads

Nasib Smartphone Lokal di Tengah Serbuan HP Baru

Agus Tri Haryanto - detikInet
Minggu, 04 Apr 2021 13:11 WIB
Advan G3 Pro
Ponsel Advan. Foto: Faidah Umu Safuroh


Minus R&D

Lucky menjelaskan vendor ponsel lokal dibangun sejak awal, bukan seperti vendor global yang ada saat ini, sebut saja Research and Development (R&D). Bahkan, Lucky menyebutkan bisa dikatakan hanya rebranding dari ponsel yang ditawarkan pabrikan di China.

"Tidak ada proses R&D yang panjang dan memberi ciri khusus dari setiap brand lokal pada produknya, tidak ada kekuatan engineering, sehingga akhirnya tidak bisa bersaing," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena kita tidak punya kekhasan, tidak ada R&D, tidak ada fitur khusus yang cocok untuk konsumen lokal. Akhirnya, ponsel lokal ini banyak yang tumbang dan yang sekarang ada pun semakin tergerus pangsa pasarnya," imbuh Lucky.

Persoalan tersebut yang menurut Lucky jadi batu sandungan bagi produsen HP dalam negeri bersaing dengan pemain global yang memasarkan produk mereka di pasar gadget Indonesia.

ADVERTISEMENT

Hal kemudian ditambah masyarakat belum punya rasa sense of belonging terhadap HP dalam negeri. Padahal di sejumlah negara asal smartphone itu dibuat, banyak warganya punya keterikatan akan produk tersebut, sehingga dinilai yang terbaik.

"Dan, negara kita bukan produsen konsumen. Jadi, kita dari sisi harga modal produksi, kalau tidak beli komponen dari China, akan sulit bersaing dari sisi harga," ungkapnya.

Aturan TKDN dan Aturan IMEI

Dari sisi regulasi yang diterbitkan pemerintah, misalnya aturan TKDN alias Tingkat Kandungan Dalam Negeri maupun aturan IMEI yang mendukung pemain lokal untuk tumbuh.

"TKDN ini sebenarnya malah membuat vendor luar lebih terseleksi, karena butuh biaya lebih untuk investasi, bangun pabrik, memberikan pekerjaan bagi orang lokal, dan mempergunakan komponen lokal. Intinya membuka lapangan kerja, memacu tumbuhnya komponen lokal, dan diharapkan ada transfer teknologi," kata pria berkacamata ini.

Kendati dalam perjalanannya, aturan bisa 'dibengkokkan' atau direvisi, seperti keharusan membangun pabrik, jadi boleh dengan investasi saja, contohnya pada produk Apple.

"Tapi, setidaknya TKDN ini membuat vendor yang sangat banyak, terseleksi untuk masuk Indonesia. Kalau dulu bisa coba-coba dulu, karena hanya butuh izin impor, dan beberapa persyaratan lainnya yang sulit dicek, seperti service center untuk layanan purna jual," ucapnya.

Sementara itu, aturan IMEI yang mana dikeluarkan pemerintah untuk memberantas peredaran ponsel BM, membuat ponsel impor ilegal bisa dikendalikan.

"Aturan IMEI bagus sih, membuat impor smartphone juga tertahan atau setidaknya terdata dan bayar pajak," pungkasnya.

(agt/fay)