Pendapat itu dilontarkan pengamat gadget Lucky Sebastian saat berbincang dengan detikINET mengenai ponsel gaib. Menurutnya, konsumen bisa dengan mudah berpindah ke brand lain atau bahkan mencari smartphone tidak resmi alias black market.
"Secara riset, konsumen smartphone murah kurang memiliki kesetiaan terhadap brand. Jadi ada yang lebih murah, spek lebih bagus, mereka akan mudah pindah," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lucky juga menilai cap ponsel gaib ke Redmi Note 7 lebih dikarenakan kapasitas produksi. Di Indonesia, Xiaomi tak punya pabrik sendiri melainkan melakukan perakitan lewat kerja sama dengan pabrik ponsel seperti Satnusa Persada, yang juga merakit smartphone brand lain. Jika permintaan tinggi, apalagi di momen ramai menjelang Lebaran seperti sekarang, sulit pula memenuhinya.
Menurutnya, jika brand di Indonesia masih mau melakukan proses produksi lewat pihak ketiga, harus ada lebih banyak pabrik seperti Satnusa Persada, atau mau tidak mau membuat pabrik sendiri.
"Vendor yang sudah bagus posisinya, dipercaya masyarakat, baguslah bangun pabrik atau investasi, itu kan dulu tujuan TKDN. Bangun kepercayaan brand dari level kualitas produksi hingga after sales. Makin lama masyarakat akan semakin pintar memilih. Ketika tahu benefitnya dari brand, mereka akan lebih loyal dan berani membayar lebih," kata Lucky.
Mengenai kemungkinan konsumen beralih ke barang BM, Lucky pun mengimbau agar konsumen tetap membeli barang resmi. Secara tidak langsung, menurutnya, upaya ini membantu sebuah brand berkembang dan pada akhirnya meminimalisir potensi ponsel gaib.
"Supaya brand yang kalian sayang bisa berkembang, membangun pabrik, menciptakan lapangan pekerjaan, dan negara mendapat pemasukan dari pajak. Jadi smartphone-nya tidak gaib lagi," tuturnya.
(rns/krs)