Dalam beberapa tahun, teknologi dalam printer mengalami evolusi yang makin canggih. Beberapa produsen bahkan telah membekalinya dengan kemampuan untuk terhubung dengan jaringan atau dikenal dengan istilah Internet of Things (IoT).
Teknologi tersebut memang tidak dipungkiri membuat kinerja dan produktitas manusia semakin terbantu. Namun, ada sisi negatif di mana hal ini membuka celah untuk para hacker menyusup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari beberapa kasus yang terjadi, Wagle menyorot apabila sebanyak 64% printer terinfeksi malware dan 60% data telah kebobolan di tahun 2016 lalu.
Sementara itu Sandra Ng, Vice President, Practice Group IDC Asia Pacific memaparkan bahwa dalam laporan IDC di tahun 2017, sebanyak 95,6% perusahaan atau organisasi di Asia Tenggara tidak dilengkapi sistem keamanan TI yang benar. Hal ini juga berlaku terhadap perlindungan printer, khususnya printer yang sudah dilengkapi dengan konektivitas jaringan.
"Dari ratusan juta printer yang tersebut di dunia, kurang dari 2%-nya dibekali dengan fitur keamanan. Dan hal ini menimbulkan keuntungan bagi hacker," tegas Sandra.
Tak ketinggalan, Wilson Chin selaku Head of Marketing Asia Pacific, Splunk menambahkan bahwa printer memang menjadi perangkat yang disepelekan. Rata-rata orang tidak terpikirkan untuk memberi perlindungan keamanan terhadap printernya.
"Kalau kita bicara level konsentrasi keamanan dalam perangkat, PC menempati urutan nomor satu dengan persentase 91%, kedua ada perangkat mobile dan server dengan persentase 77%. Lalu bagaimana dengan printer? Hanya 18%," ujar Wilson di kesempatan yang sama.
Karenanya, HP sebagai produsen printer ternama merasa ikut bertanggung jawab terhadap serangan yang menyasar printer. Solusinya adalah dengan menawarkan perangkat printer A3 MFP yang dilengkapi dengan fitur keamanan tingkat tinggi. (mag/fyk)