Dikutip detikINET dari New York Times, Senin (24/10/2016), pada tahun lalu dari USD 527 miliar ekspor Korsel, 20% di antaranya berasal dari Samsung. Tak heran kalau Korsel kadang dijuluki Republic of Samsung.
Kim Jeong min adalah pensiunan guru di Korsel. Saat pengumuman Note 7 dilarang di pesawat, dia berada di bandara Narita, Jepang. Dia langsung merasa pandangan orang-orang tertuju padanya. "Suka tidak suka, Samsung di pasar global ibaratnya tim nasional kami di olimpiade," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi kebanggaan pada Samsung tentu agak terusik akibat tragedi Note 7. "Ini bukan hanya masalah Samsung, ini juga masalah pada seluruh ekonomi. Karena orang membanggakan Samsung sebagai merek yang mewakili Korsel, mereka kena dampak juga," sebut Moon Jae in, politisi Korsel.
Samsung memang merek Korsel paling tenar, ada di posisi tujuh peringkat merek global terbaik versi Interbrand. Setelah mengalahkan vendor asal Jepang, Samsung kemudian cukup powerful menantang perusahaan ikonik Amerika Serikat, Apple.
Meski banyak yang cemas, banyak pula yang yakin Samsung akan melewati masa krisis Note 7. "Semua perusahaan manufaktur, termasuk di Amerika dan Jepang, membuat kesalahan. Yang penting adalah bagaimana Anda belajar dan move on. Samsung sih selalu begitu," kata Park Bo yeon, warga Korsel yang lain.
Dia juga menilai krisis Note 7 terlalu dibesar-besarkan oleh media AS. Meski agak kecewa karena Samsung belum menjelaskan secara detail penyebab terbakarnya Note 7, dia memuji langkah perusahaan itu menghentikan produksi Note 7 untuk mencegah jatuh korban.
Yang lain mengaku tidak peduli. "Kenapa aku harus khawatir dengan masalah Samsung, kecuali aku memang punya Note 7. Dan aku sih tidak punya," kata Kim Sang gyun, warga Korsel yang lain.
(fyk/rns)