Project Zero: Lompatan Besar Samsung dari Titik Nol
Hide Ads

Kolom Telematika

Project Zero: Lompatan Besar Samsung dari Titik Nol

Penulis: Lucky Sebastian - detikInet
Senin, 16 Mar 2015 10:01 WIB
Samsung Galaxy S6 (ash/detikINET)
Jakarta -

Project Zero, istilah yang sempat kita dengar sebagai kode yang dibuat Samsung untuk Galaxy S6, sebelum flagship Galaxy dari Samsung ini diluncurkan. Dan ternyata proyek tersebut benar adanya, Samsung mencoba memulai lagi flagship barunya dari nol, dari goresan awal, bukan lagi bersandar dari pengembangan flagship sebelumnya, Galaxy S5.

Sebagian orang yang tidak tahu banyak latar belakangnya, mungkin mengira Galaxy S6 ini hanya perubahan kecil pada desain dan sedikit penambahan fitur. Tetapi sesungguhnya perubahan yang dilakukan pada project zero ini cukup besar dan radikal, yang terkadang keluar dari pakem yang sudah Samsung buat selama bertahun-tahun.

Pada tulisan ini kita coba melihat dimana perubahan Samsung pada project zero ini, dan mencoba memahami kenapa Samsung harus mengambil perubahan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Desain

Setelah bertahun-tahun device Samsung keluar dengan bahan polycarbonate atau plastik, yang terkadang bahan tersebut dibuat menyerupai metal, kemudian menyerupai kulit --walau harus diakui sebenarnya tidak mudah membuat bahan plastik tidak hanya bertekstur kulit, tapi ketika dipegang, juga terasa mirip kulit -- bagaimanapun orang melihat bahan lain seperti kaca, dan metal akhirnya dianggap lebih premium dan berkelas.

Samsung sebenarnya sempat mencoba dengan tidak langsung secara radikal mengganti semua bahan secara besar-besaran, tetapi mulai mencoba bodi berbahan metal, yang kentara pada bagian bezel di Samsung Galaxy Alpha untuk melihat respons dari konsumennya.

Ternyata responnya baik. Kemudian desain dengan bezel metal ini diteruskan di seri Galaxy Note 4 dan A series, dan sambutannya ternyata sangat positif, sampai Samsung dengan berani mengeluarkan desain yang lebih premium pada flagship terbarunya Galaxy S6 dan S6 Edge.

Pada desain flagship ini Samsung tidak tanggung-tanggung dan all out, selain dari segi bentuk, juga dari bahan yang digunakan. Untuk bodi metalnya Samsung menggunakan alumunium aloy khusus berstandar aircraft grade, yang kekuatannya 50% lebih kuat dibanding smartphone lain yang sudah menggunakan bahan metal yang ada di pasaran.

Bahkan pada peluncurannya, walau memiliki ketebalan body yang tipis (6,8 mm untuk Galaxy S6 dan 7,0 mm untuk S6 Edge), VP UX Innovative Team Samsung, Hyun Yeul Lee, menjamin bahwa Galaxy S6 dan S6 Edge tidak akan bend atau bengkok, mengacu kepada masalah yang sempat dialami oleh produk Apple terbaru kemarin.

Pada bagian belakang, Samsung menggunakan lapisan glass yang diperkuat corning gorilla glass 4, yang secara teknikal lebih tahan gores dan tahan benturan. Khusus untuk Galaxy S6 Edge, Samsung mencoba desain yang lebih radikal dengan menambahkan layar lengkung di kedua sisi, yang pada proses pembuatannya harus dipanaskan 800 derajat celcius. Kabarnya proses pembuatan lengkung kaca ini sangat sulit, apalagi ketika harus dilapisi lapisan tahan gores gorilla glass 4.



Hasilnya memang desain The Next Galaxy kali ini berbeda signifikan dibanding flagship Samsung terdahulu, terutama pada pencapaian desain di Galaxy S6 Edge.
Sebuah desain yang baik, selain bagus dilihat secara secara gambar, harus bisa memberikan efek lebih ketika digenggam, dan Samsung Galaxy S6 dan S6 Edge, memiliki 'wow factor' ini ketika digenggam secara nyata.

Setelah desain, yang ditekankan sebagai purposeful design, CEO Samsung JK Shin, sebenarnya kalau diperhatikan pada kata sambutan pembukaannya di launching The Next Galaxy memberitahukan dasar pemikiran dari project zero.
-. Mendengarkan keinginan konsumen.
-. Belajar dari kesuksesan dan kesalahan.
-. Mendorong lebih jauh untuk lahirnya ide baru dan teknologi baru.

Di bagian penutup, JK Shin mengatakan, pada smartphone seringkali orang harus memilih, apakah device dengan desain yang cantik atau device yang praktis. Tapi sesungguhnya kebanyakan orang menginginkan keduanya, dan ini yang berusaha diwujudkan dalam kehadiran Galaxy S6 dan S6 Edge.



Baterai Tanam

Sebagian pengguna Samsung mungkin akan kaget, bahwa kali ini berbeda dengan biasanya, flagship Samsung akan menggunakan baterai yang tidak removable. Secara sepintas mungkin mereka akan berpikir ini sebuah langkah mundur dari Samsung, karena baterai removeable yang senantiasa mudah diganti atau dibawa baterai serepnya, menjadi salah satu kelebihan dari device Samsung dibanding beberapa device flagship dari brand lain.

Mengapa Samsung berani mengambil langkah ini? Alasan pertama adalah desain. Sebuah flagship smartphone, bukan hanya harus memiliki performa yang hebat, tetapi harus menonjol dari segi desain.

Jika baterai harus bisa diganti, maka Samsung harus membuat lagi penutup baterai seperti flagship pendahulunya. Untuk mengejar ukuran yang tipis, maka bahan yang paling memungkinkan adalah polycarbonate atau plastik lagi. Sedangkan kali ini Samsung sudah menetapkan bahan yang premium, yaitu kombinasi metal dan glass/kaca. Maka baterai tanam menjadi pilihan yang logis, membuat keseluruhan desain bisa menjadi lebih solid, fluid dan menyatu.

Masih bicara alasan desain, sebuah device flagship berbeda standarnya dengan device kebanyakan, salah satunya adalah, flagship device dituntut untuk tipis dan ringan. Karena standar tipis dan ringan ini dianggap memiliki prestasi pencapaian tersendiri di antara flagship device.

Penggunaan baterai internal atau baterai tanam, memungkinkan bobot device lebih ringan, karena baterai internal tidak memerlukan casing lempengan logam sebagai pembungkus isi baterai. Tanpa pembungkus logam ini pula, baterai secara dimensi akan lebih tipis, dan secara bentuk akan lebih fleksibel untuk fit di dalam body.

Alasan kedua, teknologi baterai yang baru. Galaxy S6 dan S6 Edge memiliki teknologi baterai yang baru, yaitu baterai yang mendungkung fast charging dan wireless charging.

Ketergantungan orang kepada smartphone sekarang semakin tinggi. Frekuensi menggunakannya juga semakin sering, dan imbasnya pasti kepada baterai. Maka tidak jarang kita melihat banyak orang membawa devicenya sambil bertumpukkan dengan powerbank.

Terkadang tidak semua orang bisa punya waktu teratur men-charge devicenya, misal baru teringat belum men-charge device ketika bangun pagi dan harus segera berangkat. Fast charging bisa menjadi jawaban, karena dalam waktu yang singkat bisa mengisi setinggi mungkin kapasitas baterai.

Pada Galaxy S6 dan S6 Edge terbaru ini, Samsung membenamkan teknologi fast charging tercepat yang pernah ada di pasaran. Kecepatan charging-nya dua kali lebih cepat dibanding iPhone 6. Jadi dalam kurun waktu penge-chargean yang sama, kira-kira ketika iPhone 6 baru 50% terisi, Galaxy S6 sudah full 100%. Padahal secara kapasitas baterai, iPhone 6 memiliki ukuran yang lebih kecil di 1810 mAh, sedangkan Galaxy S6 di 2550mAh dan S6 Edge di 2600mAh.

Dalam 10 menit pengisian singkat, kira-kira kapasitas baterai yang terisi pada Galaxy S6 bisa untuk menonton film HD selama 2 jam, atau menyetel musik selama 8 jam, atau kurang lebih 4 jam untuk mix daily use.

Dari kondisi kosong, butuh 80 menit saja dengan fast charging untuk mengisi seluruh baterai Samsung S6, dan sebagai perbandingan butuh 2,3 jam untuk mengisi penuh baterai iPhone 6 dan 3,2 jam untuk mengisi baterai iPhone 6 Plus yang berkapasitas 2915 mAh.

Untuk bisa mendapatkan nilai maksimum fast charging ini, mengapa akhirnya Samsung lebih bulat untuk menggunakan internal baterai, dimana kondisi baterai internal lebih terlindung di dalam dari oksidasi permukaan konektor dan bisa mengambil beberapa keuntungan lain dari baterai internal, di antaranya lebih tahan terhadap kebocoran.

Pada Galaxy S6 dan S6 Edge, ini juga pertama kalinya Samsung menerapkan teknologi wireless charging yang menggunakan sekaligus 2 standar yang beredar di dunia, yaitu WPC standard (Wireless Power Consortium) dan PMA standard (Power Matters Alliance). Dengan kedua standar ini, selain bisa menggunakan wireless charging buatan Samsung, kita juga bisa menggunakan wireless charging dari merek apapun.



Wireless charging akan segera menjadi standar charging yang umum. Intinya dari wireless charging adalah kepraktisan. Banyak orang yang sudah kelelahan dan mengantuk terkadang kesulitan untuk memasukkan konektor charger ke device, dengan adanya wireless charging, cukup device diletakkan di atasnya maka akan di-charge secara otomatis melalui teknologi induksi elektromagnetik.

Tidak berapa lama lagi, tempat-tempat umum seperti kedai-kedai kopi, selain menyediakan free WiFi, juga akan menyediakan wireless charging ini di meja-mejanya. Bagi orang-orang yang sibuk yang sebentar bekerja di kantor, kemudian sebentar meeting di kafe, dan kemudian berangkat lagi dan berpindah, tentu saja smartphone yang selalu standby dan menyala adalah keharusan.

Dengan tersedianya wireless charging, maka dalam waktu singkat pertemuan-pertemuan tersebut, devicenya bisa selalu terisi. Untuk bisa optimal di wireless charging ini, maka Samsung pada Galaxy S6 dan S6 Edge, memilih menggunakan internal baterai.

Bersambung...

*) Penulis, Lucky Sebastian merupakan sesepuh komunitas Gadtorade. Pria yang tinggal di Bandung ini sejatinya adalah seorang arsitek, tetapi antisiasme yang tinggi akan gadget justru semakin membawa Lucky untuk menjadi gadget enthusiast.

(ash/ash)