Kehadiran ojek online memang membuat kita mudah ke mana-mana, praktis dan murah. Dari sejumlah penyedia layanan ini, Go-Jek dan Grab memang masih yang paling menonjol dan bersaing ketat di Indonesia. Sama-sama identik dengan warna hijau, masing-masing punya senjata untuk menarik perhatian konsumen. Simak perbandingannya.
Go-Jek
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan jumlah armada sekitar 220 ribu driver (per April 2016), Go-Jek menguasai pasar lokal dengan operasional yang mencakup hampir semua kota-kota besar di Indonesia. Layanan besutan Nadiem Makarim ini tersedia di wilayah Jabodetabek, Bandung, Bali, Surabaya, Makassar, Palembang, Medan, Balikpapan, Yogyakarta, Semarang, Manado, Solo, Samarinda, Malang dan Batam.
Go-Jek memberlakukan jam sibuk atau rush hour yakni pada pagi hari 06.00-09.00 dan sore 16.00-19.00. Di jam ini, tarif akan lebih mahal sekitar Rp 5.000 dari jam normal.
![]() |
Untuk menarik minat konsumen, Go-Jek merayu pelanggannya dengan menawarkan diskon tarif perjalanan 50% jika membayar dengan uang elektronik Go-Pay. Sejauh ini, promosi tersebut masih berlaku hingga Januari 2017. Promosi ini juga dilakukan Go-Jek untuk mendorong lebih banyak orang beralih ke cashless experience alias non tunai.
Berbicara pengalaman menggunakan aplikasi, sayangnya pada aplikasi Go-Jek masih kerap ditemui eror. Terkadang, orderan driver tersendat atau malah terjadi dobel order yang sering membingungkan pengguna dan driver.
Untuk komunikasi di antara driver dan penumpang, Go-Jek masih mengandalkan konektivitas selular. Jadi, ini akan memakan pulsa tambahan di luar paket data internet ketika driver dan penumpang perlu menelepon atau SMS. Di sisi lain, hal ini memungkinkan nomor telepon penumpang bisa diketahui driver.
Catatan lainnya, pada aplikasi Go-Jek tidak dicantumkan plat nomor kendaraan driver, sehingga menyulitkan pengguna menemukan driver yang menjemput mereka. Kondisi ini dipersulit dengan ketidakdisiplinan beberapa driver yang tidak menggunakan seragam.
Grab
Grab saat ini menawarkan tujuh layanan, GrabBike, GrabCar, GrabHitch, GrabExpress, GrabFood, GrabTaxi Promo dan GrabTaxi.
Jumlah armadanya kurang lebih 250 ribu (data April 2016), namun angka itu mencakup penyebarannya di Asia Tenggara. Startup yang dipimpin Anthony Tan ini masih kalah dengan dominasi armada Go-Jek di pasar lokal.
Grab memang tak hanya fokus di Indonesia, melainkan mengincar pasar Asia Tenggara. Layanan ride sharing tersebut saat ini hadir di Malaysia, Indonesia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Filiphina.
Sebagai pesaing Go-Jek, Grab berupaya mengambil hati konsumen dengan memberikan berbagai diskon secara agresif. Grab kerap membuat kampanye tematik yang memasukkan kode tertentu untuk mendapatkan diskon, bahkan menggratiskan tarif perjalanan.
Sama seperti Go-Jek, Grab juga memberlakukan jam sibuk atau rush hour yakni pada pagi hari 06.00-09.00 dan sore 16.00-19.00. Di jam ini, tarif akan lebih mahal sekitar Rp 5.000 dari jam normal.
![]() |
Beralih ke pengalaman menggunakan aplikasi, harus diakui aplikasi Grab relatif lebih smooth dan minim terjadi eror dibandingkan dengan Go-Jek. Nilai plusnya, Grab juga punya fitur chat dan panggilan telepon di dalam aplikasi.
Jadi, tidak perlu biaya tambahan (koneksi seluler) ketika harus menelepon atau SMS, karena berbasis data internet. Fitur komunikasi ini membuat driver maupun penumpang tidak saling tahu nomor telepon sehingga privasi lebih terjaga.
Grab juga mencantumkan plat nomor kendaraan si driver pada aplikasinya, sehingga memudahkan penumpang menemukan driver yang menjemput. Di sisi lain, rata-rata driver Grab juga terbilang lebih disiplin menggunakan seragam sebagai salah satu tanda pengenalnya.
Nah, masing-masing ada keunggulan dan kekurangannya. Kalau kalian lebih sering pakai Go-Jek atau Grab? (rns/fyk)