Irfan Setiaputra, Managing Director Cisco Systems Indonesia, mengatakan perang tarif harusnya membuat pelaku industri tersebut saling 'bunuh-bunuhan'. Namun, lanjutnya, kenyataan yang terjadi di Indonesia justru jumlah pelanggan semakin bertambah.
Pertambahan pelanggan itu, ujar Irfan, terjadi di luar Jakarta. Khususnya di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. "Artinya, hal ini harus diikuti dengan kesiapan infrastruktur yang memadai untuk menghadapi lonjakan traffic pengguna," ujarnya di sela-sela Cisco Telecommunication Summit 2008 di Hotel ShangriLa, Jakarta, Selasa (5/2/2008).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini pasar yang besar. Apalagi jika melihat ratusan juta hingga miliaran dolar Capex (belanja modal-red) yang dianggarkan (para operator) setiap tahun," tukasnya. Sebagai ilustrasi, untuk 2007, Excelcomindo (XL) menganggarkan Capex USD 700 juta, sedangkan Indosat USD 1,2 miliar dan Telkomsel USD 1,5 miliar.
Ichwan F. Agus, Director Sales Telco Industry, Cisco Systems Indonesia, mengatakan perang tarif seluler yang ada saat ini di Indonesia adalah hyper competition. "Itu seperti jalan tol yang dibebaskan sehingga semua pengguna jalan lari ke jalan itu, sehingga malah membuat kemacetan," ujarnya.
Perang harga tersebut, menurut Irfan, akan makin 'menggila'. Ke depannya, Cisco sebagai penyedia perangkat berbasis Internet Protocols (IP) akan mencoba mendorong operator mengadopsi perangkat berbasis IP.
Industri telekomunikasi, menurut Irfan, memberi kontribusi penjualan sebesar 33 persen bagi bisnis Cisco secara global. Di Indonesia, industri telekomunikasi menyumbang 44-46 persen penjualan.
(wsh/wsh)