Para pemangku kepentingan di Indonesia harus melakukan pendigitalan dan pencerdasan secara masif sebagai cara untuk meningkatkan taraf ekonomi.
Hal ini disampaikan Ketua Senat Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung, Suhono Harso Supangkat dalam diskusi mencurahkan ide yang menghadirkan enam pembicara Guru Besar STEI pada Kamis (1/2) silam.
Dalam pertemuan ini, para ahli menyebut bahwa pendigitalan dan pencerdasan secara masif akan terukur dampaknya dalam melakukan transformasi Indonesia ke depan, termasuk di dalamnya transformasi ekonomi, lingkungan, dan sosial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pendigitalan yang disertai dengan pencerdasan disadari mempunyai potensi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia," kata Suhono dikutip dari pernyataan tertulisnya yang diterima, Rabu (7/2/2024).
"Indonesia telah memasuki jebakan pendapatan menengah (middle trap income). Untuk bisa lepas dari jebakan ini para ekonom memperkirakan perlu pertumbuhan ekonomi tahunan lebih dari 6,5%," sebutnya.
Ia melanjutkan, sementara ini, beberapa tahun belakangan, pertumbuhan ekonomi masih berkisar 5%. Karenanya, perlu mesin pertumbuhan ekonomi baru agar bisa mendongkrak laju pertumbuhan.
Dalam diskusi curah ide Senat STEI yang diselenggarakan 31 Januari 2024 hingga 1 Feb 2024, selain membahas pendigitalan dan pencerdasan secara masif, para guru besar juga berbagi pendapatnya tentang Artificial Intelligence (AI), kuantum teknologi, teknologi satelit, dan semi konduktor.
Disebutkan Suhono, pencerdasan (smartization), memerlukan data dan pengelolaannya dengan cermat, teliti, cepat dan efektif. Sedangkan transformasi digital adalah suatu proses pendigitalan dari asset, proses maupun kejadian dari suatu organisasi, industri maupun pelayanan masyarakat/pemerintahan.
![]() |
"Harapan selanjutnya, kinerjanya menjadi efisien dan efektif atau lebih cerdas sebagai bentuk pencerdasan," ujarnya.
Proses pendigitalan hingga pencerdasan ini perlu berbagai komponen, seperti teknologi, kesiapan penggunaan, dan kecocokan budaya serta proses yang tepat. "Dimensi teknologi terdiri dari pemroses baik perangkat keras maupun lunak seperti device semikonduktor, perangkat komunikasi, dan algoritma yang sesuai. AI dan teknologi kuantum juga menjadi bagian penting saat ini dan ke depan," jelas Suhono.
Dalam diskusi ini juga disampaikan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia selama 20 tahun ke depan akan mengalami perubahan besar yang menuntut dilakukan transformasi ekonomi.
Transformasi ekonomi secara bertahap akan mengubah struktur ekonomi Indonesia dari yang berbasis pada komoditas bernilai tambah rendah, menjadi berbasis pada industri yang bernilai tambah tinggi didukung oleh teknologi dan inovasi sehingga lebih produktif, efisien, dan berdaya saing tinggi.
Indonesia telah terjebak sebagai negara berpendapatan menengah (MIT) selama 30 tahun, dan harus meningkatkan produktivitas untuk keluar dari MIT.
![]() |
"Teknologi digital dan penerapannya dengan tepat mempunyai potensi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Namun demikian keberlanjutan (sustainability) juga menjadi arus yang harus diperhatikan dalam transformasi digital tersebut," tutup Suhono.
Diskusi ini menghadirkan enam pembicara Guru Besar STEI dan pembicara tamu Prof Bambang Brojo sebagai Ketua Dewan Guru Besar FEB UI. Adapun pembicara dan materi yang dibawakan sebagai berikut:
- Prof. Bambang Brodjonegoro - Teknologi Digital sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi dan Keberlanjutan Indonesia
- Prof Trio Adiono - Membangun Industri Semikonduktor
- Prof Andriyan Bayu Sukmono - Teknologi Kuantum 2.0
- Prof Suhono Harso Supangkat - Pendigitalan dan Pencerdasan Indonesia
- Prof Kridanto Surendro Industri - Keberlanjutan Pembangunan Teknologi Informasi
- Prof Emir M. Husni - Program Pembangunan Satelit ITB
- Prof Bambang Riyanto - Industrialisasi Kecerdasan Artificial.
Hasil dari diskusi Senat STEI ini selanjutnya akan disusun sebagai usulan rekomendasi rinci melalui policy brief yang sesuai dengan bidang keilmuan dan kebutuhan Indonesia saat ini dan ke depan.
(rns/fay)