Elon Musk bisa saja dipaksa oleh pengadilan untuk tetap lanjut membeli Twitter, meski pada akhir pekan lalu ia membatalkan transaksi akuisisi senilai USD 44 miliar.
Twitter sendiri sudah siap menyeret Musk ke meja hijau. Perusahaan berlogo burung itu sudah menyewa tim pengacara papan atas dari firma hukum Wachtell, Lipton, Rosen & Katz dan diprediksi akan melayangkan gugatannya di negara bagian Delaware, Amerika Serikat.
Menurut dosen dan pakar hukum dari Boston College Law School Brian Quinn, Twitter bisa saja meminta pengadilan untuk memerintahkan Musk memenuhi kewajiban yang sudah tertulis di perjanjian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka kemungkinan akan meminta keputusan deklaratif bahwa mereka tidak melanggar kontrak. Juga, mereka akan meminta perintah dari pengadilan bahwa Musk secara khusus melakukan kewajibannya berdasarkan perjanjian," kata Quinn seperti dikutip dari The Guardian, Senin (11/7/2022).
Menurut ketentuan perjanjian akuisisi yang didaftarkan ke Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC), memang tertulis istilah 'specific performance' yang mewajibkan Musk untuk membeli Twitter dengan harga USD 54,20 per lembar saham seperti yang ia setujui pada April 2022.
Konsep itu tentu dimasukkan untuk mencegah Musk lari begitu saja dari tanggung jawabnya. Alternatifnya, Twitter bisa meminta Musk membayar penalti sebesar USD 1 miliar karena mundur dari kesepakatan dan melanggar perjanjian.
Dalam suratnya kepada SEC, Musk mengungkap tiga alasannya membatalkan akuisisi Twitter yaitu: Twitter melanggar perjanjian karena gagal memberikan cukup informasi tentang akun spam; Twitter tidak mengungkap jumlah akun spam sebenarnya dalam laporan ke regulator keuangan AS; dan Twitter melanggar perjanjian karena tidak berkonsultasi dengan Musk saat memecat karyawan senior belum lama ini.
Menurut Quinn, tiga argumen yang diajukan Musk kemungkinan tidak akan diterima di pengadilan. "Ia tidak bisa menggunakan permintaan informasi yang tidak masuk akal untuk membuat dalih klaim pelanggaran," kata Quinn.
Di mata pakar hukum lainnya, posisi Twitter terbilang lebih unggul ketimbang Musk. Apalagi belum lama ini Twitter juga memberikan informasi internal tentang akun dan pengguna kepada tim Musk, setelah orang terkaya di dunia itu menangguhkan proses transaksi.
"Musk memiliki dasar hukum yang sangat lemah. Twitter tampaknya sudah memberinya akses ke hampir semua hal untuk memuaskan keinginannya untuk mengetahui persentase bot di antara penggunanya," kata dosen hukum di Columbia University John Coffee.
Tapi, menurut pakar hukum dari University of Richmond Carl Tobias, bisa saja Twitter dan Musk memutuskan untuk berdamai. Musk jadi bisa keluar dari kewajiban membeli perusahaan yang tidak lagi diinginkan, dan Twitter bisa menghindari anjloknya harga saham karena proses hukum yang berlarut-larut.
"Sebagian besar perselisihan serupa biasanya diakhiri dengan perdamaian yang memungkinkan penggugat dan tergugat untuk menjaga imejnya," kata Tobias.
(vmp/fay)