Bitcoin adalah mata uang kripto primadona dan nilainya sempat terus membumbung pada beberapa tahun ini. Akan tetapi belakangan, nilai Bitcoin terus saja anjlok, bahkan sampai separuh dari titik semula.
Pada November 2021, nilai Bitcoin sempat tembus di angka USD 64 ribu dan seakan tak terbendung. Namun saat ini, nilainya sudah jatuh lebih dari 50%. Sempat berada di titik USD 26 ribu, saat ini Bitcoin kesulitan mencapai lebih dari USD 30 ribu.
Tumbangnya Bitcoin dan juga mata uang digital lain disebut-sebut terkait dengan tingginya inflasi dan suku bunga di Amerika Serikat dan berbagai belahan dunia lainnya. Namun tetap saja ada keheranan mengapa Bitcoin yang menjadi primadona terus anjlok nilainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai hal itu, Damanick Dantes selaku investor dan analis pasar kripto di CoinDesk menyatakan bahwa dinamika harga Bitcoin mirip-mirip dengan saham perusahaan teknologi yang naik turun dengan cepat.
Dengan kata lain, menaruh harapan dengan investasi pada Bitcoin saat ini tidak banyak bedanya dengan membeli saham perusahaan teknologi yang mungkin punya banyak potensi jangka panjang, akan tetapi nilainya dalam jangka pendek tidak jelas.
Na, terjadinya pertumbuhan dalam aset semacam itu biasanya dipicu oleh kondisi yang kadang berkolerasi dengan suku bunga rendah. Namun di saat suku bunga naik seperti yang terjadi saat ini dan investor tak lagi mau mengambil risiko, maka penjualan besar-besaran Bitcoin tak terelakkan.
"Investor dan trader saat ini mencari stabilitas, area yang punya value kualitas tinggi. Itu benar-benar berlawanan dengan aset seperti Bitcoin," kata Dantes yang dikutip detikINET dari ABC News, Selasa (17/5/2022).
(fyk/fay)