Pentingnya Literasi untuk Akselerasi Ekonomi Digital
Hide Ads

Kolom Telematika

Pentingnya Literasi untuk Akselerasi Ekonomi Digital

Farid Suharjo - detikInet
Minggu, 20 Mar 2022 11:45 WIB
ilustrasi paket ecommerce
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Peralihan ke gaya hidup digital semakin nyata. Transformasi digital telah mengubah cara masyarakat berbelanja sehari-hari, melakukan perjalanan, menonton hiburan, hingga melakukan transaksi perbankan. Dunia usaha pun merespons perkembangan itu dengan mengembangkan layanan digital atau mendigitalisasi proses bisnisnya.

Bertumbuhnya ecommerce merupakan salah satu faktor yang mendorong gaya hidup digital. Data terakhir Badan Pusat Statistik yang tercantum dalam laporan Statistik E-Commerce 2021 menunjukkan pada akhir 2020 terdapat sekitar 2,4 juta usaha e-commerce di seluruh Indonesia dengan berbagai ukuran bisnis.

Sebagian besar dari bisnis tersebut merupakan bisnis ecommerce nonformal yang umumnya menggunakan pesan instan dan media sosial sebagai media penjualan, nilai pendapatan di bawah Rp 300 juta, dan metode pembayaran yang paling sering digunakan adalah pembayaran tunai atau Cash-on-Delivery yang populer disingkat COD.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut catatan Bank Indonesia, transaksi ecommerce Indonesia diproyeksi menyentuh Rp 401 triliun pada 2021. Jumlah ini tumbuh 51,6% dari tahun sebelumnya sebesar Rp 266 triliun. BI juga telah memproyeksikan transaksi ecommerce di Indonesia terus naik pada 2022 dengan nilai mencapai Rp 526 triliun atau tumbuh 31,2%. Data ini disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR pada Januari 2022.

Peralihan gaya hidup dan angka pertumbuhan sektoral tersebut merupakan indikasi yang positif bagi perkembangan ekonomi digital Indonesia. Namun, kita masih punya sederet pekerjaan rumah dalam meningkatkan literasi digital, khususnya dalam melakukan transaksi digital.

ADVERTISEMENT

Bisa dibilang saat ini tingkat literasi keuangan digital di Indonesia serupa dengan masa akhir 1990-an, saat kartu kredit mulai diperkenalkan di Indonesia. Saat itu banyak orang yang menganggap kartu kredit adalah kunci kemudahan berbelanja namun lupa kewajiban untuk membayar dan konsekuensinya.

Di ranah ecommerce ada beberapa kejadian yang muncul terkait kurangnya literasi masyarakat. Akun bisa berpindah tangan (account take over) ketika konsumen tanpa sadar memberikan nomor PIN atau OTP, atau menjadi korban phising dengan mengklik utas yang dikira dikirim oleh e-commerce atau penjual. Masalah lain adalah konsumen yang melakukan transaksi di luar platform serta ketidaktahuan tata cara pembelian COD.

Masalah di atas dapat dikurangi bahkan dihindari jika pemahaman dan literasi ekonomi digital sudah merata. Tentu tidak mudah karena diperlukan penanaman kebiasaan dalam meningkatkan literasi yang konsisten oleh seluruh pelaku dan pemangku kepentingan.

Contohnya, soal non-fungible token (NFT) yang dipicu berita kesuksesan seorang Ghozali menangguk miliaran rupiah berkat penjualan fotonya. Tanpa memahami bagaimana ekonomi digital bekerja, banyak yang kemudian mengunggah foto pribadinya di platform marketplace NFT yang berpotensi membahayakan keamanan data pribadinya.

Membangun literasi digital di Indonesia ada di halaman selanjutnya

Bersama Membangun Literasi
Pemerintah telah memberi perhatian yang cukup besar dalam masalah literasi digital. Sejak tahun lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menggelar edukasi publik bertajuk Makin Cakap Digital yang cukup masif hingga ke kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

Muatannya mencakup keamanan digital, etika digital, hingga bagaimana memanfaatkan berbagai peluang dari perkembangan ekonomi digital di sekitar kita. Tentu kita berharap program yang cukup masif dan berbiaya besar ini akan membuahkan hasil yang optimal.

Pemerintah tentu tidak bisa sendirian melaksanakan tugas yang berat itu. Pihak swasta juga bertanggung jawab dalam meningkatkan literasi digital masyarakat karena akan mempengaruhi bisnis mereka. Bagi pelaku usaha e-commerce, tentu yang paling cepat adalah dengan memanfaatkan platform sendiri. Contohnya di Lazada, kami secara rutin melakukan edukasi literasi digital di platform kami melalui medium yang mudah dicerna seperti komik. Kami juga bekerja sama dengan berbagai pihak baik di media sosial maupun secara langsung untuk memastikan pemahaman tata cara bertransaksi di platform digital.

Pengetatan regulasi juga perlu dilakukan pemerintah untuk mendorong baik masyarakat sebagai konsumen dan pelaku usaha untuk terus meningkatkan literasi digital.

Selain itu, peningkatan literasi digital sebagai pemberdayaan konsumen perlu digalakkan sehingga konsumen melihat manfaat dari dan turut mendukung edukasi literasi digital di komunitasnya. Konsumen yang "melek digital" akan terhindar dari bentuk-bentuk kejahatan di internet yang juga terus berkembang.

Momentum Indonesia
Indonesia sedang berada pada momentum penting transformasi digital karena isu ini menjadi salah satu program dalam Presidensi Indonesia di G20. Ada tiga isu prioritas dalam transformasi digital dan semuanya sangat relevan dengan kondisi kita hari ini.

Isu pertama adalah konektivitas dan pemulihan pasca-Covid-19, yang membahas bagaimana konektivitas dapat mendukung ekspansi ekonomi untuk pemulihan pasca-pandemi. Isu kedua, literasi dan keterampilan digital yang berkaitan dengan peningkatan kesiapan masyarakat dalam kegiatan ekonomi digital.

Dan isu ketiga adalah penataan arus data lintas batas negara, yang mengelola tarik menarik antara kemudahan arus data dan kedaulatan data.

Ditempatkannya masalah literasi digital dalam wacana tingkat dunia menunjukkan pentingnya isu ini. Dan sekaranglah saatnya kita bersama meningkatkan literasi masyarakat demi akselerasi ekonomi digital.

*) Farid Suharjo adalah VP Customer Care Lazada Indonesia