Selama dua tahun terakhir, bisnis ponsel Huawei terseok-seok karena dimasukkan dalam daftar hitam perdagangan oleh pemerintah Amerika Serikat. Untuk bisa mengurangi dampak sanksi tersebut, pendiri dan CEO Huawei Ren Zhengfei memerintahkan karyawannya untuk mengubah perusahaan menjadi raksasa software.
Dalam memo internal untuk karyawan, Ren mengatakan Huawei harus fokus ke bisnis software karena industri ini di luar kendali AS dan perusahaan akan mendapatkan kebebasan dan otonomi yang lebih luas.
Saat ini Huawei kesulitan memproduksi ponsel karena dilarang berbisnis oleh perusahaan AS setelah dimasukkan dalam daftar hitam oleh mantan Presiden Donald Trump pada tahun 2019. Vendor asal China ini sudah menimbun chip dan komponen, tapi stok ini mulai menipis dan dalam beberapa kasus akan cepat usang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Huawei juga tidak bisa memasang layanan dan aplikasi Google di ponselnya akibat sanksi ini. Untuk saat ini, pemerintahan Joe Biden belum memberikan indikasi akan mencabut sanksi Huawei.
Karena keterbatasan ini, Ren meminta karyawannya untuk fokus pada software termasuk platform cloud AI Mindspore dan sistem operasi HarmonyOS. Huawei juga berencana untuk merambah pasar besar lainnya selain AS.
"Begitu kita mendominasi Eropa, Asia Pasifik dan Afrika, jika standar AS tidak setara dengan kami, dan kami tidak bisa memasuki AS, maka AS tidak bisa memasuki wilayah kami," kata Ren, seperti dikutip dari The Verge, Kamis (27/5/2021).
Pernyataan Ren ini senada dengan pengumuman Huawei sebelumnya yang menekankan fokus baru perusahaan ke bisnis software. Beberapa waktu yang lalu, Rotating Chairman Huawei Eric Xu mengatakan perusahaannya akan menganggarkan USD 1 miliar untuk mengembangkan software mobil pintar.
Sejak dilarang menggunakan layanan Google, Huawei juga sibuk mengerjakan sistem operasinya sendiri yang bernama HarmonyOS. Sistem operasi yang ditujukan untuk ponsel, perangkat IoT dan TV ini akan diumumkan pada 2 Juni mendatang.
(vmp/afr)