Meneguhkan Indonesia
Merujuk data-data awal di atas, penulis memiliki sejumlah pemikiran agar digital banking dan atau branchless banking ini kian teguh posisinya di Indonesia. Layanannya kian sesuai perubahan prilaku masyarakat namun sekaligus juga aman dan handal.
Pertama, terus fokus melakukan perubahan ke digital banking dan atau branchless banking. Fokus ini terkait dengan tiga penekanan yakni optimalisasi jaringan layanan, pemetaan kompetensi, dan timing yang tepat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Optimalisasi jaringan layanan terkait kepastian perbankan atas alokasi sumber daya dan keahlian berkembang dengan network reorganization. Kompetensi konteksnya keahlian yang diperlukan untuk transformasi dan distribusi harus diidentifikasi sejak awal, perekrutan dan pelatihan harus memenuhi kebutuhan yang sudah ditentukan.
Sementara timing adalah transformasi yang lengkap didukung oleh perekrutan, pelatihan, restrukturisasi, dan mobilitas yang diorkestrasi dengan baik. Singkatnya, organisasi untuk mendukung digital banking jelas memerlukan divisi/bagian khusus untuk menangani layanan tersebut.
Kedua, pastikan selalu penerapan client centric yaitu memahami kebutuhan nasabah serta memberikan pengalaman yang lebih baik kepada nasabah. Hal ini antara lain bisa merujuk testimoni yang diperoleh M-Pesa, sebuah digital banking dari Safaricom, Kenya.
Pada survey pasar berjudul Kenya's independent Financial Sector Deepening Trust (FSD) terhadap 3350 pemangku kepentingan, kesuksesan diraih karena 90% yakin uang yang dimiliki aman dengan M-PESA, 96% menilai M-PESA mudah digunakan, dan 84% ketiadaan M-PESA menciptakan dampak negatif sangat besar.
Praktiknya, Safaricom memillih agen dengan banyak pertimbangan untuk menjamin integritas tinggi pada agen. Kemudian, mereka banyak berkomunikasi dengan user, semisal apabila server lambat, Safaricom akan cepat mengkomunikasikannya pada nasabah.
Safaricom juga tidak pernah berselisih dengan regulator. Safaricom melibatkan bank sentral dari awal karena mereka berprinsip perusahaan harus selalu berusaha mengakomodasi pertimbangan regulator dan industri perbankan.
Ketiga, keterbukaan terhadap inovasi. Sebagaimana dialami tiga bank di Brasil (Banco do Brasil, Caixa federal, dan Banco Postal), mereka mengefektifkan kas negara. Yakni pemerintah menyalurkan dana sosial melalui bank dalam program Bolsa Familia, dengan kebanyakan nasabah bank yang baru adalah penerima dana sosial. Selain itu, pembayaran tagihan merupakan ranah layanan tiga bank yang resmi tadi, sehingga tidak dapat menggunakan agen (toko retail) untuk pengumpulan tagihan.
Selain itu, infrastruktur teknologi retail memungkinkan agen melakukan penyimpanan dan penarikan di cabang bank mana saja termasuk kantor cabang bank lain, sehingga perbankan bisa memberikan layanan kepada agen yang berada jauh dari cabang.
Last but not least, dibutuhkan perubahan budaya organisasi untuk mendukung pengujian dan integrasi teknologi baru. Terkait hal ini, sidang pembaca bisa melihat Diagram 1.8 dan Diagram 1.9 di bawah. Maju terus digital banking dan branchless banking Indonesia!
![]() |
![]() |
*) Penulis, Dr. Dimitri Mahayana adalah Dosen STEI ITB & Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, Bandung. Bisa dihubungi melalui dmahayana@sharingvision.com.
Simak Video "OCTO Mobile dan OCTO Savers Jadi Senjata CIMB Niaga Hadapi Tren Transaksi Digital"
[Gambas:Video 20detik]
(fyk/fay)