Jakarta -
Mata uang kripto atau cryptocurrency seperti Bitcoin, Ethereum, dan lain-lain saat ini sedang menjadi primadona. Betapa tidak, nilai Bitcoin beberapa hari yang lalu sempat menembus angka USD 52.000 atau sekitar Rp 732 juta per koin.
Tapi mata uang kripto penuh kontroversi karena tidak dikontrol atau diregulasi oleh banyak negara. Akibatnya nilainya sering tidak stabil dan tidak bisa digunakan sebagai metode pembayaran sah.
Kalian juga tertarik ingin investasi kripto, detikers? Simak dulu tiga kontroversi mata uang kripto yang dihimpun detikINET, Minggu (21/2/2021) dari berbagai sumber berikut ini:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Penemu Bitcoin yang misterius
Sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2009, pencipta mata uang kripto Bitcoin adalah sosok yang diselubungi misteri. Tidak ada yang tahu identitas asli orang yang mengembangkan dan menulis white paper tentang Bitcoin.
Pada tahun 2014, majalah Newsweek mengungkap identitas orang tersebut yaitu Dorian Prentice Satoshi Nakamoto, seorang pria Jepang-Amerika yang tinggal di California, Amerika Serikat. Tapi tidak lama kemudian Nakamoto membantah hal tersebut.
Nama Satoshi Nakamoto yang disebut sebagai penulis makalah Bitcoin ternyata diduga sebagai nama samaran. Banyak orang yang mengaku, atau bahkan diklaim sebagai Nakamoto, tapi tidak ada yang berhasil dibuktikan.
Selain Nakamoto, ada beberapa nama lain yang diduga sebagai pencipta Bitcoin. Seperti Hal Finney, pioner kriptografi yang merupakan orang pertama yang menerima transaksi Bitcoin.
Kreator Big Gold Nicj Szabo dan developer Bitcoin Gavin Andresen adalah dua nama lainnya yang terkait dengan nama Satoshi Nakamoto.
Tapi pada pertengahan tahun 2020, miliarder dan pionir keamanan siber John McAfee, mengaku ia 99% yakin mengetahui siapa identitas di balik nama Satoshi Nakamoto.
Meski begitu, McAfee mengatakan ia tidak akan mengungkap identitas orang yang menulis makalah Bitcoin. Ia khawatir hal ini akan menghancurkan kehidupannya dan mungkin membuatnya mati.
"Saya sudah berbicara dengannya di telepon, saya sebenarnya akan mengungkap siapa dia," kata McAfee dalam wawancara dengan situs mata uang kripto Cointelegraph, seperti dikutip dari Forbes.
Halaman selanjutnya: ancaman hacker...
2. Ancaman hacker
Popularitas Bitcoin dan mata uang kripto lainnya yang terus meningkat juga menarik perhatian hacker dan pencuri untuk melakukan tindakan penipuan dan pencurian. Padahal mata uang kripto mengandalkan blockchain yang sering digadang-gadang sebagai sistem yang tidak bisa diretas.
Sebagian besar hacker tidak menargetkan Bitcoin atau Ethereum secara langsung untuk diretas, melainkan perusahaan penukaran mata uang kripto. Data Finaria.it menemukan, pada tahun 2020 penjahat kripto mencuri sekitar USD 1,9 miliar dalam bentuk mata uang kripto.
Sebagian besar kejahatan kripto pada tahun lalu melibatkan penipuan, kemudian diikuti oleh pencurian dan ransomware.
Tapi yang paling menghebohkan, belum lama ini pengadilan Amerika Serikat mendakwa tiga hacker yang juga anggota badan intelijen militer Korea Utara atas tuduhan pencurian mata uang kripto dan tradisional sebesar USD 1,3 miliar atau sekitar Rp 18 triliun, seperti dikutip dari AFP, Minggu (21/2).
Korban peretasan tiga hacker ini bermacam, dari mulai perusahaan, bank, sampai studio film di Hollywood, seperti yang dikatakan oleh Kementerian Hukum AS. Tiga hacker tersebut adalah Jon Chang Hyok (31 tahun), Kim Il (27 tahun, dan Park Jin Hyok (36 tahun).
Ketiganya menciptakan aplikasi mata uang kripto jahat, membuka backdoor di komputer korban, membobol perusahaan yang memasarkan dan memperjualbelikan mata uang digital seperti Bitcoin, dan mengembangkan platform blockchain untuk menghindari sanksi dan mengumpulkan dana secara diam-diam.
Mereka juga diduga membobol dan mencuri dari perusahaan penukaran mata uang kripto di Slovenia dan Indonesia, dan memeras perusahaan penukaran mata uang kripto di New York hingga USD 11,8 juta.
Halaman selanjutnya: ancaman hacker...
3. Ancaman bubble
Mata uang kripto terus memecahkan rekor angka tertingginya dalam beberapa hari terakhir. Bitcoin sebagai mata uang kripto terbesar di dunia pernah mencapai titik USD 52.000 per koin, dan Ethereum yang berada di posisi kedua mencatat angka USD 1.918 atau sekitar Rp 26 juta per koin.
Naiknya angka Bitcoin belakangan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Semakin banyak investor insitusi dan ritel yang bergabung, dan perusahaan besar juga ikut menjamah mata uang kripto.
Sebut saja Tesla, perusahaan milik Elon Musk, yang membeli sekitar USD 1,5 miliar Bitcoin. Musk memang dikenal sebagai salah satu pendukung Bitcoin yang paling vokal.
Nilai Bitcoin bahkan diprediksi akan terus menggila hingga akhir dekade ini. Co-founder dan partner di Morgan Creek Digital Assets Anthony Pompliano mengatakan Bitcoin bisa menyentuh angka USD 500.000 pada akhir dekade ini.
Setelahnya, Bitcoin diprediksi akan bisa mencapai angka USD 1 juta per koin, tapi Pompliano tidak memberikan estimasi waktunya.
"Saya rasa Bitcoin akan perlahan-lahan bangkit untuk menjadi mata uang cadangan global. Saya pikir Bitcoin pada akhirnya akan jauh lebih besar daripada kapitalisasi pasar emas," kata Pompliano dalam wawancara dengan CNBC, seperti dikutip detikINET.
Tapi karena sifatnya terdesentralisasi, alias tidak dikontrol oleh bank sentral, nilai Bitcoin sangat volatil dan mudah naik-turun. Global Market Strategist JPMorgan Nikolaos Panigirtzoglou mengatakan Bitcoin lima kali lebih volatil dibandingkan dengan emas. Dikhawatirkan akan terjadi bubble Bitcoin, setelah itu pecah dan harganya terjun bebas.
"Risiko terbesar adalah impuls aliran yang kami lihat selama beberapa bulan terakhir melambat secara materi dari sini," kata Panigirtzoglou kepada CNBC.
"Khususnya ketika ekonomi dibuka kembali, orang-orang kembali ke kantor, mereka memiliki lebih sedikit waktu untuk jual-beli di rumah, dan akibatnya, ritel, impuls aliran melambat dari sini," pungkasnya.