Kapasitas mesin Centralized Equipment Identity Register (CEIR) sudah terlalu penuh dan tak bisa lagi menampung database International Mobile Equipment Identity (IMEI). Solusinya tak sekadar menambah storage lho.
Menurut pengamat gadget Lucky Sebastian, penyelesaian masalahnya tak sekadar masalah penyimpanan data, seperti pada PC atau server biasa. Melainkan lebih ke kemampuan pemrosesan datanya.
"Kalau melihat masalah storage kapasitas, harusnya kan seperti server tinggal tambah HDD ya. Kenapa CEIR ini berbeda? Jadi sepertinya data yang dimaksud bisa jadi bukan itu batasannya, tetapi Query, sanggup berapa banyak CEIR ini menghandle data setiap detik atau menit," ujar Lucky saat dihubungi detikINET.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang dimaksud oleh Lucky adalah mesin CEIR ini tak sekadar menyimpan data IMEI milik pengguna, melainkan data IMEI itu setiap saat akan terus diproses, seperti saat ponsel menyala, mengganti kartu SIM, atau bahkan saat ponsel berpindah dari satu base transceiver station (BTS) ke BTS lain.
"Setiap smartphone nyala kan otomatis di cek di EIR operator, kemudian sync dengan CEIR. Pindah BTS, atau dalam jangka waktu tertentu, ganti kartu, akan cek lagi," tambahnya.
Namun menurutnya, penambahan kapasitas mesin CEIR ini bisa dilakukan tanpa mengganggu mesin yang sudah aktif. Namun memang berarti biaya yang dikeluarkan akan lebih banyak.
"Kalau saya baca di penyedia perangkat EIR global, ketika kurang kemampuan kapasitasnya, bisa ditambah lagi langsung kok alatnya tampa mengganggu yang sedang berjalan. Jadi ada kemungkinan bisa saja CEIR juga demikian, kalau tidak mau hapus ya, tambah lagi, tapi berarti keluar biaya lagi," ujar Lucky.
Mesin CEIR yang sudah beroperasi saat ini disebut bisa menampung 1,2 miliar IMEI, dan per akhir September lalu sudah terisi 1,1 miliar IMEI. Kabar terbarunya adalah saat ini vendor ponsel sudah ketar-ketir tak bisa menjual perangkat barunya karena mesinnya sudah tak bisa menampung IMEI baru.
"Jika ponsel tidak dapat sinyal, pemilik atau pegawai toko otomatis tidak bisa menjual barang. Kalau barang tidak terjual otomatis pabrik pun tidak bisa memproduksi. Kalau toko tidak bisa menjual ponsel dan pabrik tidak memproduksi, tentu akan besar dampak pada kelangsungan bisnis, apa lagi di masa pandemi seperti ini," tutur Aryo Meidianto, PR Manager Oppo Indonesia.
(asj/asj)